Pages

WACANA NARASI : LUKA BATIN

Senin, 25 April 2016



Luka Batin

Saya ingin bercerita tentang sebuah luka yang sangat menusuk batin ini hingga ke bagian paling dalam. Tentang sebuah ujian, sebuah teguran, sebuah hidayah, mengenai sosok tersayang yang pergi meninggalkan kehidupan yang kelam. Luka itu muncul berantai pada tahun yang sama, bulan yang juga serupa, hari yang bergilir. Ini bukan fiktif yang menarik untuk dibaca seperti karangan cerpen yang membuat pembaca berimajinasi ke masa depan.  Tahun 2006 silam...

Hari ini jantungku berdegup dahsyat hingga seperti tak mengenal kata pelan saat terguncang. Telingaku bagaikan mengeluarkan kepulan asap. Mataku menyorot tanpa arah, bola mata seperti memompa air, kelopak tak dapat lagi membendung genangan air mata. Kaki gemetar seperti tak kuat lagi menopangku, bibirku kaku tak kuat melontar suatu kata, nafasku terengah lemah, sungguh saya tak dapat mempercayainya. Berita itu sangat kuat membuatku jatuh tak berdaya padahal hanya datang dari ujung telepon.
“Innalillahi wa inna ilaihi rojioun...” kalimat itu terucap dengan nada yang rendah.
Saya tak dapat berkata sekata pun. Tak pikir panjang, semua orang yang ada di rumah bergegas pergi menuju kediaman nenek. Di perjalanan saya terus teringat saat-saat terakhir bersama almarhumah. Saya sangat tak bisa lupa ketika menginap beberapa malam di rumah itu, yang sekarang menjadi rumah duka. Almarhumah sangat senang berbagi ranjang bersama keponakannya yang paling dia sayangi ini. Dia mengingatkanku untuk berdoa sebelum terlelap dalam kelelahan. Dia selalu mengingatkanku untuk tidak telat makan. Ingatanku tentang hari pertama dia jatuh sakit masih begitu lengket. Saya menjaganya, saya membantu nenek mengurus anak cantiknya itu. Saya sempat melihat bahwa dia hampir menyerah dengan kesakitan dada dan kesusahan bernapas yang dia alami. Saya selalu memberi isyarat bahwa saya sangat membutuhkannya jadi dia seharusnya mampu melawan kesakitan itu. Ketika sakit dia hampir tidak menyusahkan siapa pun.
Jasad yang terkujur kaku itu bibiku. Adik dari Ibuku yang masih berusia 17 tahun. Dia bahkan belum menggapai cita-citanya, masa-masa remajanya tak lama ia nikmati. Selama hidupnya dia terkenal sangat baik dan ramah oleh teman-temannya. Bagiku dia adalah seorang bibi yang sangat perhatian. Dia selalu menyemangatiku untuk menyelesaikan bacaan quranku. Dia tak pernah melawan sesuatu yang diperintahkan oleh kedua orangtuanya dan selalu patuh terhadap ke-10 kakaknya. Dia sangat setia menjaga dan menyayangi adiknya semata wayang. Dia benar-benar sangat dekat denganku, dia seperti sahabatku meski usia kami sangat berbeda jauh. Dia selalu setia mendengarkan ceritaku yang sangat konyol tentang masa kanak-kanak. Saya sangat gembira menyimak berbagai cerita tentangnya.
Saat almarhumah dirawat inap di rumah sakit, dia selalu memintaku untuk tetap di sampingnya. Tapi, saya tak tahu mengapa saya tak ingin ada di sampingnya pada waktu itu. Mungkin karena saya tak mampu melihat dia terbaring lemah dengan selang infus dan alat bantu bernapas. Hari ini saya lebih tidak kuat melihat dia terlentang tanpa ada desah napas. Dia meninggalkan dunia fana ini karena telah kalah melawan penyakit H5N1 yang juga dikenal dengan flu burung. Sejumlah media pemberitaan lokal maupun internasional datang ke rumah duka untuk memastikan bahwa almarhumah merupakan korban flu burung. Penyakit ini masih sangat asing di mata dunia sehingga sangat mengundang perhatian seantero jagad raya. Tidak ada yang harus dibanggakan dari keramaian pada hari ini. Sejumlah wartawan yang antusias ingin mewawancarai beberapa anggota keluarga tak dapat disambut dengan baik. Air mata ini mengalir sangat deras dari pangkal ujung dada. Bukan hanya saya yang terisak tangis separah ini, kulihat ratusan mata yang ada di rumah ini mengeluarkan derai air mata. Sahabat-sahabat almarhumah tak ada yang kuasa melihat sahabatnya menutup mata selama-lamanya. Lantunan ayat dari surah yasiin terus terngiang di sisi mendiang. Sungguh saya tak menyangka hari kamis ini menjadi hari duka yang mendalam.
Sebelum dilakukan proses memandikan jenazah, saya merasa sangat kasihan kepada nenek. Fisik yang sudah tua itu sangat lemah memeluk anaknya yang terakhir kalinya. Tak ada yang menyangka bahwa dia pergi begitu cepat mendahului kita semua. Lekuk senyumnya telah tertutupi kain kafan, wajahnya tak dapat lagi terlihat. Dia sudah tiada di kehidupan ini. Saya percaya bahwa semua orang pasti memetik bunga yang indah terlebih dahulu, jadi seperti itu pula Tuhan memanggil hamba-Nya.
Bibi yang tersayang kini sudah berada di liang lahat selama 5 hari. Belum hilang kepiluan dari hati dan pikiran kami semua, sekarang nenek dan anak bungsunya dilarikan ke rumah sakit. Mereka jatuh sakit dengan gejala seperti yang almarhumah alami. Lagi-lagi saya mendapat berita yang tidak baik, untung saja ini bukan berita kematian. Belum ada hasil diagnosis bahwa mereka juga mengidap penyakit yang sama. Dalam keadaan yang sangat lemah, nenek senantiasa menasehati anak-anaknya untuk saling menyayangi dan terus saling menjaga. Di bilik yang sama, nenek dan adik bungsu Ibuku menerima perawatan intensif. Namun, tiga hari kemudian mereka harus terpisah. Nenek harus dilarikan ke ruangan ICU karena tiba-tiba saja detak jantungnya tidak stabil. Kami sangat panik menghadapi situasi genting ini, hari ini tepat sepekan bibi Andriwinarti pergi menghadap sang Ilahi. Hari ini juga nenek tercinta pergi meninggalkan kami semua menyusul anak gadisnya yang telah berada di sana terlebih dahulu.
Mengapa ini terjadi? Peristiwa ini sangat mengguncang mental kami. Saya pun yang masih belia merasakan kesedihan yang sangat pilu. Mengapa orang-orang terkasih kami pergi dengan sangat cepat, belum ada langkah untuk melupakan kepedihan duka ketika tujuh hari yang lalu bibi wafat. Sekarang duka di dalam hati kami semua tertumpuk dan membuat kami dalam nuansa kesedihan yang lebih parah. Takdir sang pencipta begitu ajaib. Tak ada yang dapat memprediksi bahwa dalam sepekan kami kehilangan dua anggota keluarga. Tanpa disangka, ternyata di sebelah makam bibi belum terisi hingga jasad nenek ditempatkan tepat di sisi makam bibi. Tuhan sudah menyiapkan liang lahat untuk nenek agar bibiku dapat dijaga olehnya.
Kami semua menyembunyikan kabar duka bahwa nenek telah tiada karena kami sangat mengkhawatirkan kesehatan bibi Akira. “Saya juga ingin pergi bersama Ibu...” tuturnya dengan kekuatan yang sangat lemah. Dia ternyata sudah tahu bahwa ibunya telah dimakamkan di samping makam kakaknya. Sehari kepergian nenek, kondisi tubuh dan mental bibi Akira sangat tak menentu. Kondisinya selalu saja memburuk, hingga dokter meminta kami semua untuk terus berdoa meminta keselamatan pasien dari sang mahakuasa. Harapan dari dokter sangat tipis, tapi kami terus saja berharap lebih agar pasien dapat membaik dan pulang ke rumah dalam keadaan sehat.
Sabtu ini merupakan upacara penamatan di sekolahnya. Bibi Akira tak dapat menghadirinya karena dia sedang berperang menghadapi kesakitan itu. Tetapi, dia terus saja bersikap keras untuk datang. “Saya ingin datang ke acara perpisahan sekolahku, saya ingin ketemu teman-teman.” Ibuku pun yang menjaganya tak membiarkan dia pergi. Meskipun, dia diizinkan untuk pergi tetap saja dia tak mampu. Akhirnya, dia mengalah dan tetap saja tinggal di ranjang pasien. Sebagai gantinya dia meminta kami semua membacakan ayat-ayat suci agar ia merasa tidak sepi. Beberapa ayat telah kami bacakan hingga ia mengucap dua kalimat syahadat dengan aliran napas yang tercekik. Bibi Akira juga bibi yang sangat aku sayangi. Dia masih berusia 15 tahun. Dia selalu berharap untuk bisa masuk ke sekolah unggulan bersama almarhumah bibi Andriwinarti. Mimpinya untuk bersekolah tinggi pun harus ia bawa ke dunia yang lebih abadi, ia tak dapat menggapai cita-citanya, hasil ujiannya pun tak dapat ia lihat. Apalah daya ini karena takdir Tuhan membuat kami tak bisa berkutik.
Bibi Akira memang tak dapat berpisah dengan ibu dan kakaknya. Kini mereka bertiga telah bersatu, mungkin mereka sedang berpegangan tangan dan tersenyum kompak melihat kami mengisak tangis. Teman-teman sekolahnya kini mengadakan acara perpisahan di pemakaman. Mereka melayat dengan pakaian putih-biru, mereka menyaksikan seluruh prosesi pemakaman sahabatnya. Sungguh, keajaiban Allah tak bisa kami tebak, bibi Akira dimakamkan tepat di bawah makam nenek. Dalam sembilan hari, mereka berpindah tempat ke rumah terakhir yang saling berdekatan secara bergilir.
Perhatian masyarakat kembali tertuju kepada keluargaku. Kali ini tidak hanya para reporter yang memadati rumah duka. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Gubernur Sulawesi Selatan turut datang memantau keadaan di sekitar rumah, di jalan Maccini Tengah. Gubernur mengeluarkan status darurat untuk jalanan ini. Gubernur bersih keras meminta pihak dinas kesehatan agar mengambil sampel darah seluruh anggota keluarga untuk mencegah adanya korban selanjutnya yang diprediksikan juga terkontaminasi dengan virus tersebut. Gubernur mengumumkan perintah itu tepat pada saat semua anggota keluarga dilarikan ke rumah sakit. Kemudian, dinas kesehatan juga mengambil sampel lendir almarhumah Akira untuk dibawa ke Hongkong dan Thailand.
Setelah 30 hari berlalu dari hari kematian bibi Akira, hasil diagnosis penyebab kematiannya baru diumumkan oleh pihak Dinas Kesehatan Propinsi. Padahal media berita during internasional seperti Associated Press (AP), BBC, New York Times dan Reuters lebih dulu memuat pemberitaan bahwa nenek dan bibiku juga menjadi korban virus H5N1. Duka itupun kembali menyala melihat foto almarhumah dimuat dalam surat kabar.
Dari kejadian ini, kami banyak belajar bahwa tak ada yang dapat mengalahkan takdir Tuhan. Ujung pena itu telah menuliskan waktu kematian semua umat manusia. Rumah nenek itu menjadi sangat sunyi dan senyap. Dua gadis cantik telah tiada di kediaman nenek. Bahkan nenek sudah turut tiada.
Terima kasih untuk nenek tercinta yang memberiku ibu yang sangat mulia memperjuangkan keluarganya. Terima kasih kepada kedua almarhum bibiku yang telah memberi ilmu yang sangat bermanfaat dalam mengajarkanku untuk selalu berbuat kebaikan. Saya akan selalu mengunci kenangan terindah bersama kalian di hati ini. Selamat jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS