Pages

Lagi, dia menghambat langkahku...

Senin, 13 Juni 2016

Kali ini saya ingin bercerita tentang kenyataan bahwa dibalik tawa itu ada tangis yang ingin mencair.

Hari ini saya sempat tertawa hingga lupa bahwa ada malaikat pencabut nyawa mengawasiku.

Benar, mengapa saya sebahak itu tertawa padahal nyawaku bisa saja tak di ragaku seketika itu.

Sempat tertawa hanya berlangsung beberapa menit.

Hari ini pula ada seseorang yang terus mengancam keselamatanku bahkan kedamaian keluargaku dan orang-orang di sekitarku. Dia terus menekanku untuk tidak mengambil kesempatan itu. Dia benar-benar tidak ingin melihatku bahagia. Nyatanya, ini bukan yang kali pertama. Sebelumnya dia sempat sengaja membuatku hampir mati hanya karena melarangku ikut sebuah program wirausaha.

Kepada siapa saya harus bercurah?

Hanya melalui ini saya menoreh kesedihan yang mendalam. Memang bukan tentang kedukaan ditinggal oleh keluarga selama-lamanya. Tetapi, ini tentang ancaman yang mengoyak hati. Sekali napas berhembus, saat itu pula mata menguras air untuk mengalir pada permukaan pipi.

Sejak kemarin hingga hari ini, dia terus membayangiku kehancuran sebagai dampak jika saya memutuskan untuk mengikuti program yang hendak membawaku pada tanah perantauan. Itu mimpiku, namun dia berusaha tegas menghalangiku. Dia mengamuk, emosinya berkecamuk. Bahkan hampir menghantamku dengan pukulan tragis.

Berkali-kali aku minta petunjuk kepada sang Ilahi, namun apa daya bukannya ingin bersuudzon terhadap-Nya saya merasa iman dan pahala saya sangat minim hingga sulit menemukan petunjuk jalan dari-Nya.

Nasibku lebih terasa menderita dibanding mereka yang berada dibalik jeruji besi, atau mereka yang terpasung. Kakiku seperti diikat oleh besi, tanganku seperti dipelintir, hati ini seperti ditekan keras. Mimpi itu akhirnya terus menjadi mimpi karena ketakutanku akan ancamannya.

Mungkin ada yang bilang 'mengapa saya harus takut, padahal dia bukan orangtuaku bahkan bukan Tuhanku?' Yah, benar. Tapi, saya mengkhawatirkan dia. Jadi, niatan untuk belajar di luar kota harus saya urung kembali.

Berkat dia, saya menjadi tak punya harapan untuk hidup.

Sialnya, saya kecolongan. Mamaku membaca sms kasar dari dia. Bertambahlah kesedihanku hari ini.

Saya serasa ingin lari dari kehidupan yang kelam ini. Berharap untuk bebas dari dia pun saya takut.

Ya Allah, jikalau saya tiada. Sampaikanlah maafku kepada orangtuaku karena telah memenjarakan diriku dari dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS