Pages

Morfologi Bahasa Indonesia - Kelas Kata Terbuka : NOMINA

Senin, 26 Januari 2015



KELAS KATA TERBUKA
“NOMINA”


DISUSUN OLEH :
Wida Wahyuni
(1451040001)


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA – A
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
SEMESTER GANJIL - 2014


KELAS KATA TERBUKA
“NOMINA”
I.                   Latar Belakang
Proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi, maupun konversi adalah pembentuka kata, sebagai satuan dalam ujaran.
Konsep kata yang umum kita jumpai dalam berbagai buku linguistik adalah bahwa kata merupakan bentuk yang, ke dalam mempunyai susunan fonologi yang stabil dan tidak berubah, dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat.
Kalau disimak baik-baik dapat dilihat bahwa kelas nomina, verba, dan ajektifa berisi konsep-konsep budaya, yang merupakan makna leksikal dari kata-kata pada kelas itu. Adverbia membawa makna atau konsep yang mendampingi kelas-kelas nomina, verba, dan ajektifa. Kata-kata yang termasuk kelas numeralia membawa konsep-konsep hitungan, terutama untuk kelas nomina dan juga adverbia. Kelas preposisi membawa konsep perangkai antara verba dan nomina. Sementara kelas konjungsi membawa konsep makna penghubung antara satuan kelas nomina, antara satuan verba, dan antara satuan kelas ajektifa. Lalu kelas pronomina membawa konsep pengganti untuk anggota kelas nomina. Kemudian kelas yang anggotanya tidak banyak, yaitu artikula, membawa konsep penentu dan pembentuk nomina.
Kelas-kelas terbuka adalah kelas yang keanggotaannya dapat bertambah atau berkurang sewaktu-waktu berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa.
Yang termasuk kelas terbuka adalah kata-kata yang termasuk dalam kelas verba, nomina, dan ajektiva. Pada makalah ini, akan memfokuskan pada pembahasan salah satu dari kelas kata terbuka yaitu nomina.

II.                Kajian Pustaka
Nomina adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa; kelas kata ini mengacu dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan dalam alam di luar bahasa; kelas ini dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak; misalnya, rumah adalah nomina karena tidak rumah adalah tidak mungkin. (Kridalaksana, 2008:163).
Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, tapi mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari.
(Ida Bagus, 2008).
Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, misalnya pada kata rumah adalah nomina karena tidak mungkin dikatakan tidak rumah, biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa.
(KBBI, 2005:785).
Nomina (noun-bhs.Inggris) dibedakan dari nominal, sebagai hasil proses. Nomina dapat dibedakan berdasarkan nomina terbilang dan tak terbilang (benda-bahan). Dalam penelitian nomina(l) yang perlu diperhatikan, antara lain :
1)      Nomina terbilang dan tak terbilang
2)      Pronomina
(Fatimah Djajasudarma, 2010:39)
Dewasa ini yang kita tahu bahwa nomina itu merupakan kelas kata yang tidak dapat didahului dengan adverbia negasi tidak, nomina merupakan konsep yang mengacu pada benda, orang, ataupun hal lain yang dapat dibendakan.

III.             Pembahasan
3.1  Batasan dan Ciri Nomina
Ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbia pendampingnya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas nomina.
1)      Tidak dapat didahuli oleh adverbia negasi tidak. Jadi, kata-kata kucing, meja, bulan, rumah, dan pensil berikut adalah termasuk nomina karena tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak.
                        Kucing
                        Meja
*tidak              Bulan
                        Rumah
                        Pensil
2)      Tidak dapat didahului oleh adverbia derajat agak (lebih, sangat, dan paling). Perhatikan contoh-contoh berikut.
                        Kucing
                        Meja
*agak               Bulan
                        Rumah
                        Pensil
3)      Tidak dapat didahului oleh adverbia keharusan wajib.
 Perhatikan contoh berikut!
                        Kucing
                        Meja
*wajib             Bulan
                        Rumah
                        Pensil
4)      Dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah seperti satu, sebuah, sebatang, dan sebagainya. Misalnya :
-          Sebuah meja
-          Seekor kucing
-          Sebatang pensil
-          Selembar papan
-          Dua orang mahasiswa
5)      Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat Pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata pekerjaan dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.
6)      Nomina umumnya dapat diikuti oleh ajektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah.

3.2  Nomina dari Segi Semantik
Tiap kata dalam bahasa manapun mengandung fitur-fitur semantik yang secara universal melekat pada kata tersebut. Nomina tidak terkecualikan. Makna yang dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh kata seperti kuda dalam budaya manapun memiliki komponen makna yang universal; misalnya, kakinya yang empat, adanya mata yang berjumlah dua, tubuh yang berwarna hitam, putih, coklat, atau abu-abu.
Jalur semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan sering tidak diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini penting dalam bahasa karena penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan keganjilan. Perhatikan pada warna badan kuda hanya bisa hitam, putih, cokelat, atau abu-abu atau berwarna belang dari campuran warna-warna tersebut, maka sangatlah aneh bila kita berkata Kuda saya berwarna hijau karna fitur semantik hijau tidak ada pada kuda.
Dilihat dari segi semantik, khususnya dari komponen makna utama yang dimiliki kata-kata berkelas nomina dapat dibedakan atas sebelas tipe, yaitu :
Tipe  pertama, memiliki komponen makna [+orang]. Tipe pertama ini terbagi lagi atas enam subtipe, yaitu :
(1)   Subtipe 1a, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama diri]. Misalnya, Sudin, Fatimah, Ahmad, Ciliwung, dan Jakarta.
(2)   Subtipe 1b, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama perkerabatan]. Misalnya, ibu, bapak, saudara, nenek, dan adik.
(3)   Subtipe 1c, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama pengganti]. Umpamanya, dia, kamu, saya, mereka, dan kalian.
(4)   Subtipe 1d, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama jabatan]. Misalnya, guru, gubernur, dokter, camat, dan notaris.
(5)   Subtipe 1e, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+gelar]. Misalnya, raden, sarjana hukum, doktor, datuk, dan tengku.
(6)   Subtipe 1f, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama pangkat]. Misalnya, letnan, sersan, opsir, jendral, dan laksamana.
Tipe kedua, yang memiliki komponen makna utama [+nama institusi]. Umpamanya Pemerintah, DPR, Pelni, Universitas, dan Bank.
Selain itu, nomina tipe kedua ini juga memiliki komponen makna [+orang metaforis], sehingga kata-kata tipe kedua ini dapat menduduki fungsi sintaksis seperti nomina tipe pertama.
Tipe ketiga, yang memiliki komponen makna utama [+binatang], seperti kucing, kambing, cacing, tongkol, dan kecoa. Dalam hal kata-kata nomina tipe ketiga ini, dapat pula disubtipekan, seperti yang memiliki komponen makna [+ikan], yang memiliki komponen makna [+burung], yang memiliki komponen makna [+ular], dan sebagainya.
Tipe keempat, yang memiliki komponen makna utama [+tumbuhan]. Tipe keempat ini terdiri lagi atas subtipe IVa, yakni yang berkomponen makna utama [+tumbuhan] seperti rumput, perdu, keladi, ilalang, dan jarak; subtipe IVb, yaitu yang berkomponen makna utama [+pohon] seperti durian, nangka, kelapa, mahoni, dan flamboyan. Sedangkan subtipe IVc memiliki komponen makna [+tanaman], seperti bayam, ketela, jagung, ubi, dan talas.
Tipe kelima, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+buah-buahan], seperti pisang, nangka, apel, jeruk, dan nanas. Di sini memang ada ketumpang tidihan antara tipe kelima ini dengan subtipe keempat b, sebab nama pohon sama dengan nama buahnya.
Tipe keenam, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+bunga-bungaan], seperti mawar, cempaka, kenanga, melati, dan seruni.
Tipe ketujuh, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+peralatan]. Lalu, tipe ketujuh ini masih dapat diperinci menjadi beberapa subtipe, seperti :
(1)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan masak], seperti wajan, cobek, dandang, kualim dan kompor.
(2)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan makan], seperti piring, garpu, sendok, gelas, dan mangkuk.
(3)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan pertukangan], seperti gergaji, ketam, pahat, palu, dan jara.
(4)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan perbengkelan], seperti obeng, tang, bubut, keker, dan gerinda.
(5)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan pertanian], seperti cangkul, sabit, bajak, garu, dan traktor.
(6)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan perikanan], seperti kail, jaring, joram, jala, dan pukat.
(7)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan olahraga], seperti bola, raket, gawang, net, dan stik.
(8)   Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan kantor], seperti kertas, pensil, tinta, komputer, dan mesin tik.
Tipe kedelapan, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+makanan, +minuman], seperti roti, bakso, bir, teh, dan gado-gado.
Tipe kesembilan, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+nama geografi], seperti kota, desa, laut, sungai, dan gunung.
Tipe kesepuluh, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+bahan baku], seperti semen, pasir, kapur, batu, dan kayu.
Tipe kesebelas, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+kegiatan], seperti olahraga, rekreasi, debat, diskusi, dan piknik.
Selanjutnya, secara terinci dapat disebutkan beberapa tipe lain, seperti buku dan koran yang memiliki komponen makna [+bacaan], bensin dan solar yang memiliki komponen makna [+bahan bakar], serta cabe dan bawang yang memiliki komponen makna [+bumbu dapur].
Dari kata-kata turunan yang berbentuk nomina turunan dapat pula diperinci kata-kata yang memiliki komponen makna seperti [+pelaku], misalnya kata penulis dan pembaca; dan komponen makna [+hasil], misalnya pada kata-kata masakan dan galian.
Dari analisis komponen maknanya dapat juga diketahui adanya sejumlah kata dari kelas nomina ini yang disamping memiliki komponen makna [+kebendaan]. Juga memiliki komponen makna yang dimiliki oleh kata-kata dari kelas verba dan kata-kata dari kelas ajektifa. Umpamanya kata-kata kail, cangkul, dan kunci dari kelas nomina juga memiliki komponen makna [+sasaran], sama dengan kata dari kelas verba beli, makan, dan tulis. Contoh lain kata-kata dari kelas nomina yang memiliki komponen makna [+sasaran] adalah :
-          Rantai
-          Kail
-          Tombak
-          Kikir
-          Tutup
Kata-kata merah, biru, dan hitam dari kelas nomina (sebagai nomina dapat diobservasi) juga memiliki komponen makna [+keadaan warna] yang biasa dimiliki oleh kata-kata dari kelas ajektifa. Contoh lain adalah :
-          Biru
-          Asam
-          Asin
3.3  Nomina dari Segi Sintaksis
Dengan mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi sintaksisnya berikut ini akan dikemukakan berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa. Nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Sebagai inti frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatasnya berada di muka atau di belakangnya. Bila pewatas frasa nominal  itu berada di muka, pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata tugas.
Contoh :
Lima buku
Seorang guru
Beberapa mahasiswa
Bukan jawaban
Banyak penduduk
Kalau pewatas berada di belakang nomina, frasa nominal dapat berupa urutan dua nomina atau lebih atau nomina yang diikuti oleh ajektifa, verba, atau kelas kata yang lain. Dengan kata lain, nomina yang merupakan inti frasa itu diikuti oleh pewatas yang berupa nomina, ajektifa, verba, atau kelas kata yang lain. Perhatikan contoh beikut :
Masalah penduduk
Buku catatan
Uang tabungan
Meja makan
Pendapat yang aneh
Kucing nakal              
Pensil murah
Nomina juga digunakan dalam frasa preposisional. Dalam frasa preposisional ini, nomina bertinak sebagai poros yang didahului oleh preposisi tertentu. Contoh : di kantor, ke desa, dari markas, untuk Ayah, pada waktu itu.
Baik sebagai nomina tunggal maupun dalam bentuk frasa, nomina dapat menduduki posisi subjek (lihat kalimat a), posisi objek (lihat kalimat b), posisi pelengkap (lihat kalimat c), posisi keterangan (lihat kalimat d)
Contoh :
a.       Manusia pasti akan mati.
Masalah penduduk memerlukan penanganan yang serius.
Penjarahan bulan mei di tahu 1998 itu memalukan bangsa.
b.      Swatanisasi membutuhkan uang.
Perusahaan kami membutuhkan manajer yang profesional.
Demokrasi memerlukan keterbukaan.
c.       Petani mulai bertanam padi.
Itu baru merupakan suatu pendapat.
Dia menyerupai ayahnya.
d.      Mereka akan datang minggu pagi.
Di belakang rumah tumbuh pohon beringin yang besar.
Saya baru saja mengikuti lomba di Palembang.
Catatan :
Agar suatu nomina atau frasa nominal dapat berfungsi dengan baik, diperlukan adanya keserasian semantik antara nomina atau frasa nominal tersebut dengan predikat atau unsur-unsur lain yang terlibat.

3.4 Nomina dari Segi Bentuknya
Dilihat dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam, yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan a) afiksasi, b) pengulangan, dan c) pemajemukan. Secara skematis, nomina bahasa Indonesia adalah sebagai berikut ;
1)      Nomina dasar
Nomina dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas satu morfem. Berikut adalah beberapa contoh nomina dasar yang dibagi menjadi (a) nomina dasar umum dan (b) nomina dasar khusus.
(a)    Nomina dasar umum
Gambar                 pisau
Meja                      tongkat
Rumah                   kesatria
Malam                   hukum
Minggu                  tahun
(b)   Nomina dasar khusus
Adik                      Bawuk             Paman
Atas                       Farida              Pekalongan
Batang                   Selasa              Pontianak
Bawah                   Butir                Kamis
Dalam                    Muka               Maret
Jika kita perhatikan dengan baik terhadap kategori nomina itu, baik yang dasar maupun yang turunan, maka akan kita sadari bahwa di balik kata itu terkadung pula konsep semantis tertentu. Nomina dasar umum malam, misalnya, tidak mempunyai ciri makna yang mengacu pada tempat. Sebaliknya, nomina dasar umum meja dan rumah mengandung makna tempat. Dengan demikian, kita dapat membentuk kalimat seperti Letakkanlah penamu di meja, tetapi kita tidak dapat membentuk kalimat *Letakkanlah penamu di malam. Acapkali makna suatu verba mempengaruhi pula arti preposisi seperti di atas. Kalimat Dia memasukkan ketimun ke kulkas sama maknanya dengan Dia memasukkan ketimun ke dalam kulkas. Akan tetapi, pengertian ke dan ke dalam itu berubah jika verbanya melemparkan. Perhatikan perbedaan kedua kalimat berikut :
Dia melemparkan ketimun ke kulkas.
Dia melemparkan ketimun ke dalam kulkas.
Nomina dasar umum malam, minggu, dan tahun tidak memiliki ciri semantis yang mengacu pada tempat, tetapi mengacu pada waktu. Karena ciri inilah maka nomina seperti itu dapat menjadi keterangan waktu : malam Senin, minggu depan, tahun 1996. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pilau dan tongkat memungkinkan kita untuk mengacu pada alat untuk melakukan perbuatan. Karena itu, kita dapat memakainya sebagai keterangan alat : dengan pisau, dan tongkat. Selanjutnya, nomina seperti kesatria dan hukum tidak memiliki ciri semantis tempat, waktu, dan alat, tetapi memiliki ciri yang mengacu pada cara melakukan perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh frasa yang menjadi keterangan cara seperti secara kesatria dan secara hukum.
Ciri semantis yang melekat secara hakiki pada tiap kata sangatlah penting dalam bahasa karena ciri itulah yang menetukan apakah suatu bentuk dapat diterima oleh penutur asli atau tidak. Pembolakbalikan contoh di atas akan menyebabkan kita menolaknya. Bentuk yang berikut tidaklah dapat kita terima :
*secara minggu, *secara tongkat, *dengan tahun, atau *di atas tahun.
Kelompok nomina dasar khusus di atas kita temukan bermaca-macam subkategori kata dengan beberapa fitur semantiknya.
1.      Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu pada tempat seperti di atas, di bawah, di dalam. Frasa preposisional ini juga dapat bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi preposisi gabungan seperti di atas atap, di bawah meja, di dalam rumah.
2.      Nomina yang diwakili oleh Pekalongan dan Pontianak mengacu pada nama geografis.
3.      Nomina yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan kata berdasarkan bentuk rupa acuannya secara idiom atis.
4.      Nomina yang diwakili oleh Farida dan Bawuk mengacu pada nama diri orang.
5.      Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang masih mempunyai kekerabatan.
6.      Nomina yang diwakili oleh Selasa dan Kamis mengacu pada nama hari.
Secara sepintas pembagian seperti itu tidak berguna; tetapi jika kita perhatikan benar perilaku bahasa pada umumnya ddan bahasa Indonesia pada khususnya, kita akan tahu bahwa pengertian mengenai ciri semantis kata sangatlah penting. Jika ada kalima yang melanggar ciri semantis, kalimat itu akan kita tolak, kita beri arti yang unik, atau kita anggap aneh.
Perhatikan pelanggaran ciri semantis dalam ketiga kalimat berikut :
1)      Selasa melempari rumah itu.
Kalimat ini kita tolak karena kata Selasa sebagai nomina mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin dapat bertindak sebagai subjek dalam kalimat ini.
2)      Yang datang ke rapat hanya tiga butir.
Jika kalimat ini mempunyai arti, nomina butir mempunyai pengertian khusus pada orang yang datang ke rapat.
3)      Pak Ali akan menikahi adik kandungnya sendiri.
Kalimat ini terlihat aneh karena dalam budaya kita sangatlah tidak mungkin, dalam ciri semantis adik kandung menyiratkan pengertian bahwa orang boleh menikah dengan seseorang yang bukan kakak, adik, paman, ayah, atau kakeknya sendiri.
Dari gambaran kalimat tersebut jelaslah bahwa ciri semantis untuk tiap kata dalam bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaksis yang membuat penutur asli memiliki kemampuan untuk menilai keberterimaan suatu kalimat atau tuturan.
2)      Nomina Turunan
Nomina dapat diturunkan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan. Afiksasi nomina adalah suatu proses pembentukan nomina dengan menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan nomina dengan afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber penurunan dan sumber ini belum tentu berupa kata dasar. Nomina turunan seperti kebesaran memang diturunkan dari kata dasar besar sebagai sumbernya, tetapi pembesaran tidak diturunkan dari kata dasar yang sama, besar, tetapi dari verba membesarkan.
Sumber sebagai dasar penurunan nomina ditentukan oleh keterkaitan makna antara sumber tersebut dengan turunannya. Kebesaran bermakna keadaan besar karena itu, kebesaran diturunkan dari ajektifa besar. Akan tetapi, makna pembesaran berkaitan dengan perbuatan membesarkan, bukan dengan ‘keadaan besar’, karena itu pembesaran diturunkan bukan dari ajektifa besar, tetapi dari verba membesarkan.
Keterkaitan makna merupakan dasar untuk menentukan sumber, maka dalam kebanyakan hal tiap nomina turunan mempunyai sumbernya sendiri-sendiri. Nomina turunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan dari sumber yang sama, yakni, temu, tetapi dari dua verba yang berbeda. Pertemuan diturunkan dari verba bertemu, sedangkan penemuan dari verba menemukan. Penemuan juga tidak diturunkan dari verba menemui karena antara menemui dengan penemuan tidak ada keterkaitan makna.
Dalam bahasa Indonesia sering ada dua verba yang maknanya sangat dekat. Verba membesarkan dan memperbesar, misalnya, sama-sama mengandung makna ‘menyebabkan sesuatu menjadi besar atau lebih besar.’ Karena hal seperti ini, maka nomina turunan pembesaran tidak mustahil diturunkan baik dari verba membesarkan maupun memperbesar.
Di pihak lain, bahasa Indonesia kontemporer juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk memunculkan bentukan-bentukan baru sesuai dengan kebutuhan. Tampaknya karena adanya perbedaan makna yang halus antara verba meng- dan memper-, maka kini ada nomina yang hanya berkaitan dengan verba memper- : nomina pemersatu, pemerkaya, dan pemerhati masing-masing diturunkan dari verba mempersatukan, memperkaya, dan memperhatikan.
Sejauh mana kedekatan makna dua verba untuk menjadi sumber penurunan nomina tidak mudah ditentukan. Verba menjual, menjualkan, dan menjuali, misalnya, jelas mempunyai makna yang berdekatan. Namun, nomina penjualan harus dianggap sebagai turunan hanya dari verba menjual saja karena makna penjualan tidak menyangkut pengertian benefaktif (menjualkan) maupun iteratif (menjuali).
Dalam kasus yang lain, bisa saja kata dari kelas kata tersebut mempunyai verba, tetapi maknanya tidak berkaitan dengan nomina yang diturunkan. Kata dasar nomina raja, misalnya, memang mempunyai verba merajakan dan merajai. Nomina turunan kerajaan tidak berkaitan makna dengan kedua verba itu, tetapi dengan kata dasarnya, raja. Karena itu, nomina kerajaan tidak diturunkan dari verba merajakan ataupun merajai, tetapi dari nomina raja. Demikian pula dengan kata kelurahan dan kecamatan yang masing-masing diturunkan dari nomina lurah dan camat.
3)      Afiks dalam Penurunan Nomina
Kata-kata berkelas nomina, selain berbentuk akar (nomina), banyak pula yang terbentuk melalui proses afiksasi. Pembentukan dengan afiksasi ini ada yang dibentuk langsung dari akar, tetapi sebagian besar dibentuk dari akar melalui kelas verba dari akar itu. Yang dibentuk langsung dari akar adalah nomina turunan berkonfiks ke-an, seperti kepartaian yang bermakna ‘hal partai’ dan kepandaian yang bermakna ‘hal pandai’. Sedangkan contoh yang dibentuk dari gramatikal ‘yang membaca’, pembacaan yang bermakna gramatikal ‘proses membaca’ dan bacaan yang bermakna gramatikal ‘hasil membaca’ atau ‘yang dibaca’.
Bahwa nomina pembaca dibentuk dari dasar baca melalui verba membaca dapat kita lihat dari makna gramatikalnya, yaitu ‘yang membaca’. Sedangkan kata kehutanan dibentuk langsung dari akar hutan juga tampak dari makna gramatikalnya, yaitu ‘tentang hutan’ atau ‘hal hutan’.
Afiks-afiks pembentuk nomina turunan sejauh ini adalah :
(1)   Prefiks ke-.
Nomina berprefiks ke- sejauh data yang ada hanyalah ada tiga buah kata yaitu ketua, kekasih dan kehendak dengan makna gramatikal ‘yang dituai’, ‘yang dikasihi’ dan ‘yang dikehendaki’.
(2)   Konfiks ke-an.
Ada dua macam proses pembentukan nomina dengan konfiks ke-an.
1.      Yang dibentuk langsung dari bentuk dasar, baik dari akar tunggal maupun akar majemuk, seperti pada kata yang memiliki makna gramatikal ‘hal(dasar)’ dan ‘tempat atau wilayah’.
Misalnya :
-          Kebersamaan, artinya ‘hal bersama’.
-          Ketidakadilan, artinya ‘hal tidak adil’.
-          Kelurahan, artinya ‘wilayah lurah’.
-          Kerajaan, artinya ‘wilayah raja’.
-          Kesultanan, artinya ‘wilayah sultan’.
2.      Yang dibentuk dari dasar melalui verba (yang dibentuk dari dasar itu dan menduduki fungsi predikat sebuah klausa) memiliki makna gramatikal ‘hal (dasar)’ dan ‘hasil’. Misalnya :
-          Kegembiraan, artinya ‘hal gembira’ (yang dibentuk dari verba gembira, misalnya dari klausa ‘mereka tampak gembira’).
-          Keputusan, artinya ‘hasil memutuskan’ (yang dibentuk, misalnya dari klausa ‘gubernur tak dapat memutuskan perkara itu’).
(3)   Prefiks pe-.
1.      Nomina Berprefiks pe- yang Mengikuti Kaidah Persengauan
Prefiks pe- yang mengikuti kaidah persengauan dapat berbentuk pe-, pem-, pen-, per-, peng-, peny-, dan penge-.
·         Bentuk atau alomorf pe- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | r, l, w, y, m, n, ny, dan ng |. Contoh : perawat, perakit, pelintas, pewaris, peyakin.
·         Bentuk atau alomorf pem- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | b, p, f, dan v |. Dengan catatan fonem | b, f, dan v | tetap berwujud, sedangkan fonem | p | disenyawakan dengan bunyi nasal dari prefiks itu. Contoh : pembina, pemotong, pemfitnah.
·         Bentuk atau alomorf pen- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | d dan t |. Dengan catatan fonem | d | tetap diwujudkan sedangkan fonem | t | tidak diwujudkan melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal yang ada pada prefiks tersebut. Contoh : pendengar, penulis.
·         Bentuk atau alomorf peny- digunakan apabila fonem awal bentuk dasarnya adalah fonem | s, c, dan j |. Dengan catatan fonem | s | disenyawakan dengan bunyi nasal yang ada prefiks itu; sedangkan nasal | ny | untuk fonem | c | dan | j | dalam bahasa tulis diganti dengan huruf < n >. Contoh : penyikat, pencuri, penjual.
·         Bentuk atau alomorf peng- digunakan apabila bentuk dasarnya mulai dengan fonem | k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o |. Dengan catatan fonem | k | tidak diwujudkan melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal | ng | yang ada pada prefiks itu; sedangkan fonem lain tidak diwujudkan. Contoh : pengirim, penghibur, pengiris, pengambil.
·         Bentuk atau alomorf penge- digunakan apabila bentuk dasarnya berupa bentuk satu suku kata. Contoh : pengetik, pengecat, pengetes, pengebom, dan pengesah.
2.      Nomina Berprefiks pe- yang Tidak Mengikuti Kaidah Persengauan
Hal ini berkaitan dengan verba berprefiks ber- atau verba berklofiks memper-kan yang dibentuk dari dasar itu. Contoh : peladang, pedagang, peternak.
(4)   Konfiks pe-an.
·         Bentuk atau alomorf pe-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | r, l , w, y, m, n, ny, dan ng |. Contoh : perawatan, pelarian, pemantapan.
·         Bentuk atau alomorf pem-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | b, p, f, dan v |. Fonem | b | diwujudkan dan fonem | p | disenyawakan. Contoh : pembinaan, pemotongan.
·         Bentuk atau alomorf pen-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | d dan t |. Fonem | d | tetap diwujudkan dan fonem | t | disenyawakan. Contoh : pendengaran dan penertiban.
·         Bentuk atau alomorf peng-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o |. Hanya fonem | k | yang dapat disenyawakan, sedangkan yang lain tetap diwujudkan. Contoh : pengiriman, penghukuman, pengurusan.
·         Bentuk atau alomorf penge-an digunakan apabila bentuk dasarnya berupa satu suku kata. Contoh : pengeboran, pengeboman.
(5)   Konfiks per-an.
1)      Nomina berkonfiks per-an yang dibentuk dari dasar melalui verba ber- bentuknya mengikuti perubahan bentuk prefiks ber-, sehingga menjadi bentuk per-an, pe-an, dan pel-an. Contoh : Perdagangan, pekerjaan, pecerminan.
2)      Nomina berkonfiks per-an yang dibentuk dari dasar (baik akar maupun bukan) nomina, seperti : perburuhan, perkantoran.
(6)   Sufiks –an
1)      Nomina bersufiks –an yang dibentuk dari dasar melalui verba berprefiks me- inflektif.
Tulisan, dalam arti ‘hasil menulis (diturunkan melalui verba menulis, di mana hubungan verba menulis dengan objeknya, misalnya, surat, mempunyai hubungan hasil)’.
Makanan, dalam arti ‘yang dimakan’
Saringan, yang memiliki komponen makna ( + alat )
2)      Nomina bersufiks –an yang dibentuk dari dasar melalui verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal ‘tempat ber-(dasar)’. Misalnya, nomina kubangan, tepian, dan pangkalan.
(7)   Sufiks –nya.
1)      –nya sebagai pronomina persona ketiga tunggal, seperti dalam kalimat : saya mau minta tolong kepadanya.
2)      –nya sebagai sufiks seperti terdapat pada kata-kata naiknya, turunnya, dan mahalnya.
(8)   Prefiks ter-.
Nomina berprefiks ter- dengan makna gramatikal ‘yang di-(dasar)’ hanya terdapat sebagai istilah dalam bidang hukum. Nomina tersebut adalah tersangka, terperiksa, terdakwa, tergugat, tertuduh, terhukum, dan terpidana.
(9)   Infiks –el-, -em-, dan –er-
Infiksasi dalam bahasa Indonesia sudah tidak produktif lagi. Artinya, tidak digunakan lagi untuk membentuk kata-kata baru. Sejauh ini nomina berinfiks yang ada adalah :
-          Telunjuk = tunjuk
-          Gemetar = getar
-          Gerigi = gigi
3.5  Kontras Antarnomina
Kontras antarnomina terjadi karena kata dasar dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu benar-benar mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya.
Perhatikan contoh berikut :
1)      Penyerahan      : perbuatan menyerahkan / serahan
2)      Pengosongan   : perbuatan mengosongkan kekosongan; keadaan kosong
3)      Perbedaan       : keadaan berbeda; hasil membedakan
4)      Pembedaan      : perbuatan membedakan
5)      Pembeda         : hal atau faktor yang membedakan
6)      Satuan             : yang berciri satu
7)      Persatuan         : keadaan bersatu
8)      Penyatuan       : perbuatan menyatukan kesatuan; hasil menyatukan
9)      Persediaan       : cadangan; hal tersedia
10)  Penyediaan      : perbuatan menyediakan
11)  Kesediaan       : keadaan bersedia untuk melakukan sesuatu
12)  Sediaan           : hasil menyediakan
Dari contoh di atas tampak bahwa beberapa nomina dengan dasar yang sama dalam bahasa kita menimbulkan makna yang berbeda-beda. Tampak pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak atau belum ada dalam bahasa kita, karena makna sufiks –an adalah hasil yang dinyatakan verba (lukisan, hasil melukis). Maka, hasil ‘menyerahkan’ harusnya adalah serahan. Dalam bahasa Indonesia bentuk ini belum dipakai meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara lain untuk mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan mengatakan “yang kami serahkan ini sekadar tanda mata.”
Tidak munculnya suatu bentuk yang potensial dapat juga karena adanya bentuk lain yang kebetulan telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita, bentuk bedaan tidak lazim dipakai. Hal ini tampaknya karena dalam bahasa kita telah ada nomina perbedaan yang telah memikul makna yang seharusnya dinyatakan oleh *bedaan.



3.6  Nomina dengan Dasar Polimorfemis
Dua kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak meninggalkan prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut. Jadi, perubahan ini terdapat pada prefiks yang menjadi konfiks ataupun klofiks.
Perhatikan contoh berikut :
1)      Prefiks ber-
Bersama          -           kebersamaan
Berangkat        -           keberangkatan
Berhasil           -           keberhasilan
2)      Prefiks se-
Seragam          -           keseragaman
Seimbang        -           keseimbangan
Sesuai              -           kesesuaian
3)      Prefiks ter-
Terpadu           -           keterpaduan
Terlibat            -           keterlibatan
Terlaksana       -           keterlaksanaan
4)      Prefiks me-
Mempersatukan           -           pemersatuan
Mempercepat              -           pemercepatan
Memperhatikan           -           pemerhati
Selanjutnya, masih ada contoh nomina turunan yang juga menjadi sumber bagi penurunan yang lebih lanjut.
5)      Prefiks me-
Memimpin       -           pemimpin        -           kepemimpinan
Menduduki     -           penduduk        -           kependudukan
Mendidik        -           pendidik          -           kependidikan
Gejala yang dicontohkan di atas mulai disenangi orang meskipun pada saat ini belum semua bentuk yang berprefiks seperti itu dapat diturunkan menjadi nomina berdasarkan kaidah itu.

3.7  Penurunan Nomina dengan –wan dan –wati
Nomina dengan afiks –wan/-wati mengacu kepada; 1) orang yang ahli dalam bidang tertentu, 2) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam bidang tertentu, atau 3) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. (Alwi, dkk. : 2003). Sufiks {-wan} dengan alomorfnya {-man} dipakai untuk mengacu pada laki-laki dan perempuan, sedangkan sufiks {-wati} khusus dipakai untuk mengacu pada perempuan (Depdikbud, 1997).
NO
Beroposisi Biner
Tidak Beroposisi Biner
{-wan}
{-wati}
{-wan}
{-wati}
1
Biarawan
Biarawati
Bangsawan
-
2
Binaragawan
Binaragawati
Budayawan
-
3
Karyawan
Karyawati
Budiman
-
4
Olahragawan
Olahragawati
Cendekiawan
-
5
Peragawan
Peragawati
Dermawan
-
6
Relawan
Relawati
Fisikawan
-
7
Rohaniwan
Rohaniwati
Gerilyawan
-
8
Setiawan
Setiawati
Hartawan
-
9
Wartawan
Wartawati
Ilmuwan
-
10
Wisudawan
Wisudawati
Jutawan
-
11


Negarawan
-
12


Pustakawan
-
13


Usahawan
-
14


Wiraswastawan
-
15


Wisatawan
-

Dengan adanya kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan sufiks –wan/-wati, pemakai bahasa Indonesia berpeluang memilih cara pembentukan nomina dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks –wan/-wati. Kaidah untuk menentukan bentuk mana yang dipakai bersifat idiomatis; artinya, pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang yang hidup dari, atau yang bergerak di bidang seni, secara idiomatis disebut seniman, dan bukan *perseni. Demikian pula kita dapati kata budiman, hartawan, ilmuwan yang sudah baku dan mantap sehingga kita menolak bentuk lain seperti, *pembudi, *pengharta, dan *pengilmu.
3.8  Nomina Kata Serapan
Dalam perkembangannya bahasa Indonesia banyak menyerap kosakata asing, terutama dari bahasa Arab, Inggris dan Belanda. Kosakata asing yang diserap itu biasanya secara utuh. Artinya, kosakata itu diserap sekaligus dengan “sufiks” yang menjadi penanda kategori kata serapan itu. “sufiks” penanda kelas atau kategori nomina, antara lain yakni :
1)      in pada kata hadirin, muslimin, mukminin, mukimin, muhajirin.
Dengan makna gramatikal ‘laki-laki yang (dasar)’
2)      at pada kata hadirat, muslihat, mukminat.
Dengan makna gramatikal ‘perempuan yang (dasar)’
3)      –ah pada kata gairah, hafizah.
Dengan makna gramatikal ‘perempuan yang (dasar)’
4)      si pada kata kritisi, musisi, politisi, teknisi, redaksi.
Dengan makna gramatikal ‘yang bergerak dalam bidang (dasar)’
5)      –ika pada kata fisika, mekanika, linguistika, matematika, fonetika.
Dengan makna gramatikal ‘ilmu tentang (dasar)’
6)      –ir pada kata importir, eksportir, leveransir, donasir.
Dengan makna gramatikal ‘pelaku kegiatan (dasar)’
7)      –ur pada kata direktur, kondektur, redaktur, inspektur.
Dengan makna gramatikal ‘laki-laki yang menjadi (dasar)’
8)      –us pada kata politikus, musikus, kritikus.
Dengan makna gramatikal ‘orang-orang yang melakukan (dasar)’
9)      –isme pada kata kapitalisme, feodalisme, islamisme, daerahisme, sukuisme.
Dengan makna gramatikal ‘paham mengenai (dasar)’.
10)  –sasi pada kata organisasi, spesialisasi, inventarisasi, tendanisasi, neonisasi.
Dengan makna gramatikal ‘proses pe-an (dasar)’
11)  –or pada kata aktor, diktator, koruptor, proklamator, konduktor, indikator.
Dengan makna gramatikal ‘yang melakukan / menjadi (dasar)’
Catatan :
Sufiks asing tidak produktif dalam pembentukan nomina bahasa Indonesia. Kata-kata “asli” Indonesia yang telah diberi sufiks asing itu yang ada hanyalah kata-kata sukuisme, daerahisme, tendanisasi, neonisasi, dan lelenisasi.
IV.             Kesimpulan
Nomina disebut sebagai kata benda. Nomina itu merupakan kelas kata yang tidak dapat didahului dengan adverbia negasi tidak, nomina merupakan konsep yang mengacu pada benda, orang, ataupun hal lain yang dapat dibendakan.
Secara garis besar mengenai batasan dan ciri nomina dapat kita perhatikan bahwa nomina tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak, tidak dapat didahului oleh adverbia derajat agak, dan tidak dapat didahului oleh adverbia keharusan wajib. Sedangkan, dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah seperti satu, sebuah, dan sebagainya.
Komponen makna utama yang dimiliki kata-kata berkelas nomina dari segi semantik, yakni komponen makna [+orang], [+nama institusi], [+binatang], [+tumbuhan], [+buah-buahan], [+bunga-bungaan], [+peralatan], [+makanan, +minuman], [+nama geografi], [+bahan baku],dan  [+kegiatan]. Nomina dari segi sintaksisnya itu dilihat berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa. Selain itu, nomina dari segi sintaksis sangat mempertimbangkan fitur semantiknya. Nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Nomina dari segi bentuknya dapat dibagi atas nomina dasar dan nomina turunan, pada nomina dasar terdiri atas nomina dasar umum dan khusus, kemudian pembentukan nomina turunan dengan afiks-afiks seperti berprefiks (pe-, per-), berkonfiks (pe-an, per-an, ke-an), dan bersufiks (-an).
Kontras antarnomina disebabkan karena kata dasar yang dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu benar-benar mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. Nomina dengan dasar polimorfemis ini yang dimaksud adalah dua kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak meninggalkan prefiksnya.
Penurunan nomina juga dapat terbentuk dengan sufiks –wan / -wati yang memiliki makna orang yang ahli dalam bidang itu, orang yang bekerja dalam bidang itu, dan orang yang memiliki barang / sifat dalam bidang itu. Nomina dalam bahasa Indonesia juga banyak terbentuk dari sufiks asing ataupun dari kata-kata yang diserap dari bahasa Asing.




DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Depdikbud. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Metode Linguistik. Bandung : Refika Aditama
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia
Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia
Putrayasa, Ida bagus. 2008. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional). Bandung : Refika Aditama
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Ramlan, M. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : CV. Karyono
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Morfologi. Bandung : Angkasa




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS