KELAS KATA TERBUKA
“NOMINA”
DISUSUN OLEH :
Wida Wahyuni
(1451040001)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA – A
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
SEMESTER GANJIL - 2014
KELAS KATA TERBUKA
“NOMINA”
I.
Latar Belakang
Proses
morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi, maupun
konversi adalah pembentuka kata, sebagai satuan dalam ujaran.
Konsep
kata yang umum kita jumpai dalam berbagai buku linguistik adalah bahwa kata
merupakan bentuk yang, ke dalam mempunyai susunan fonologi yang stabil dan
tidak berubah, dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat.
Kalau
disimak baik-baik dapat dilihat bahwa kelas nomina, verba, dan ajektifa berisi
konsep-konsep budaya, yang merupakan makna leksikal dari kata-kata pada kelas
itu. Adverbia membawa makna atau konsep yang mendampingi kelas-kelas nomina,
verba, dan ajektifa. Kata-kata yang termasuk kelas numeralia membawa
konsep-konsep hitungan, terutama untuk kelas nomina dan juga adverbia. Kelas
preposisi membawa konsep perangkai antara verba dan nomina. Sementara kelas
konjungsi membawa konsep makna penghubung antara satuan kelas nomina, antara
satuan verba, dan antara satuan kelas ajektifa. Lalu kelas pronomina membawa
konsep pengganti untuk anggota kelas nomina. Kemudian kelas yang anggotanya
tidak banyak, yaitu artikula, membawa konsep penentu dan pembentuk nomina.
Kelas-kelas
terbuka adalah kelas yang keanggotaannya dapat bertambah atau berkurang
sewaktu-waktu berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam
masyarakat penutur suatu bahasa.
Yang
termasuk kelas terbuka adalah kata-kata yang termasuk dalam kelas verba, nomina,
dan ajektiva. Pada makalah ini, akan memfokuskan pada pembahasan salah satu
dari kelas kata terbuka yaitu nomina.
II.
Kajian Pustaka
Nomina
adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari
klausa; kelas kata ini mengacu dengan orang, benda, atau hal lain yang
dibendakan dalam alam di luar bahasa; kelas ini dalam bahasa Indonesia ditandai
oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak;
misalnya, rumah adalah nomina karena tidak rumah adalah tidak mungkin.
(Kridalaksana, 2008:163).
Nomina
adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung
dengan partikel tidak, tapi mempunyai
potensi untuk didahului oleh partikel dari.
(Ida Bagus, 2008).
Nomina
adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya
bergabung dengan kata tidak, misalnya pada kata rumah adalah nomina karena tidak mungkin dikatakan tidak rumah, biasanya dapat berfungsi
sebagai subjek atau objek dari klausa.
(KBBI, 2005:785).
Nomina
(noun-bhs.Inggris) dibedakan dari nominal, sebagai hasil proses. Nomina dapat
dibedakan berdasarkan nomina terbilang dan tak terbilang (benda-bahan). Dalam
penelitian nomina(l) yang perlu diperhatikan, antara lain :
1) Nomina terbilang dan tak terbilang
2) Pronomina
(Fatimah Djajasudarma,
2010:39)
Dewasa
ini yang kita tahu bahwa nomina itu merupakan kelas kata yang tidak dapat
didahului dengan adverbia negasi tidak,
nomina merupakan konsep yang mengacu pada benda, orang, ataupun hal lain yang
dapat dibendakan.
III.
Pembahasan
3.1
Batasan dan Ciri Nomina
Ciri
utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbia pendampingnya adalah bahwa
kata-kata yang termasuk kelas nomina.
1) Tidak dapat didahuli oleh adverbia
negasi tidak. Jadi, kata-kata kucing, meja, bulan, rumah, dan pensil berikut adalah termasuk nomina
karena tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak.
Kucing
Meja
*tidak Bulan
Rumah
Pensil
2) Tidak dapat didahului oleh adverbia
derajat agak (lebih, sangat, dan paling). Perhatikan contoh-contoh
berikut.
Kucing
Meja
*agak Bulan
Rumah
Pensil
3) Tidak dapat didahului oleh adverbia
keharusan wajib.
Perhatikan contoh berikut!
Kucing
Meja
*wajib Bulan
Rumah
Pensil
4) Dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan
jumlah seperti satu, sebuah, sebatang, dan sebagainya. Misalnya :
-
Sebuah
meja
-
Seekor
kucing
-
Sebatang
pensil
-
Selembar
papan
-
Dua
orang mahasiswa
5) Dalam kalimat yang predikatnya verba,
nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat Pemerintah
akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata pekerjaan dalam kalimat Ayah
mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.
6) Nomina umumnya dapat diikuti oleh
ajektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata yang. Dengan
demikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat
bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang
mewah.
3.2
Nomina dari Segi Semantik
Tiap kata dalam bahasa manapun mengandung
fitur-fitur semantik yang secara universal melekat pada kata tersebut. Nomina
tidak terkecualikan. Makna yang dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh kata
seperti kuda dalam budaya manapun
memiliki komponen makna yang universal; misalnya, kakinya yang empat, adanya
mata yang berjumlah dua, tubuh yang berwarna hitam, putih, coklat, atau abu-abu.
Jalur semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan
sering tidak diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini penting dalam
bahasa karena penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan keganjilan. Perhatikan
pada warna badan kuda hanya bisa hitam, putih, cokelat, atau abu-abu atau berwarna belang dari campuran warna-warna
tersebut, maka sangatlah aneh bila kita berkata Kuda saya berwarna hijau karna fitur semantik hijau tidak ada pada kuda.
Dilihat
dari segi semantik, khususnya dari komponen makna utama yang dimiliki kata-kata
berkelas nomina dapat dibedakan atas sebelas tipe, yaitu :
Tipe pertama,
memiliki komponen makna [+orang]. Tipe pertama ini terbagi lagi atas enam
subtipe, yaitu :
(1) Subtipe 1a, adalah kata-kata nomina yang
memiliki komponen makna [+nama diri]. Misalnya, Sudin, Fatimah, Ahmad, Ciliwung, dan Jakarta.
(2) Subtipe 1b, adalah kata-kata nomina yang
memiliki komponen makna [+nama perkerabatan]. Misalnya, ibu, bapak, saudara, nenek, dan adik.
(3) Subtipe 1c, adalah kata-kata nomina yang
memiliki komponen makna [+nama pengganti]. Umpamanya, dia, kamu, saya, mereka, dan kalian.
(4) Subtipe 1d, adalah kata-kata nomina yang
memiliki komponen makna [+nama jabatan]. Misalnya, guru, gubernur, dokter, camat, dan notaris.
(5) Subtipe 1e, adalah kata-kata nomina yang
memiliki komponen makna [+gelar]. Misalnya, raden,
sarjana hukum, doktor, datuk, dan tengku.
(6) Subtipe 1f, adalah kata-kata nomina yang
memiliki komponen makna [+nama pangkat]. Misalnya, letnan, sersan, opsir, jendral, dan laksamana.
Tipe kedua, yang
memiliki komponen makna utama [+nama institusi]. Umpamanya Pemerintah, DPR, Pelni, Universitas, dan Bank.
Selain
itu, nomina tipe kedua ini juga memiliki komponen makna [+orang metaforis],
sehingga kata-kata tipe kedua ini dapat menduduki fungsi sintaksis seperti
nomina tipe pertama.
Tipe ketiga, yang
memiliki komponen makna utama [+binatang], seperti kucing, kambing, cacing, tongkol, dan kecoa.
Dalam hal kata-kata nomina tipe ketiga ini, dapat pula disubtipekan, seperti
yang memiliki komponen makna [+ikan], yang memiliki komponen makna [+burung],
yang memiliki komponen makna [+ular], dan sebagainya.
Tipe keempat, yang
memiliki komponen makna utama [+tumbuhan]. Tipe keempat ini terdiri lagi atas
subtipe IVa, yakni yang berkomponen makna utama [+tumbuhan] seperti rumput, perdu, keladi, ilalang, dan jarak; subtipe IVb, yaitu yang
berkomponen makna utama [+pohon] seperti durian,
nangka, kelapa, mahoni, dan flamboyan.
Sedangkan subtipe IVc memiliki komponen makna [+tanaman], seperti bayam, ketela, jagung, ubi, dan talas.
Tipe kelima, yaitu
yang memiliki komponen makna utama [+buah-buahan], seperti pisang, nangka, apel, jeruk, dan nanas. Di sini memang ada ketumpang tidihan antara tipe kelima ini
dengan subtipe keempat b, sebab nama pohon sama dengan nama buahnya.
Tipe keenam, yaitu
yang memiliki komponen makna utama [+bunga-bungaan], seperti mawar, cempaka, kenanga, melati, dan seruni.
Tipe ketujuh, yaitu
yang memiliki komponen makna utama [+peralatan]. Lalu, tipe ketujuh ini masih
dapat diperinci menjadi beberapa subtipe, seperti :
(1) Yang memiliki komponen makna utama
[+peralatan masak], seperti wajan, cobek,
dandang, kualim dan kompor.
(2) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan
makan], seperti piring, garpu, sendok,
gelas, dan mangkuk.
(3) Yang memiliki komponen makna utama
[+peralatan pertukangan], seperti gergaji,
ketam, pahat, palu, dan jara.
(4) Yang memiliki komponen makna utama
[+peralatan perbengkelan], seperti obeng,
tang, bubut, keker, dan gerinda.
(5) Yang memiliki komponen makna utama
[+peralatan pertanian], seperti cangkul,
sabit, bajak, garu, dan traktor.
(6) Yang memiliki komponen makna utama
[+peralatan perikanan], seperti kail,
jaring, joram, jala, dan pukat.
(7) Yang memiliki komponen makna utama
[+peralatan olahraga], seperti bola,
raket, gawang, net, dan stik.
(8) Yang memiliki komponen makna utama
[+peralatan kantor], seperti kertas,
pensil, tinta, komputer, dan mesin
tik.
Tipe kedelapan, yaitu
yang memiliki komponen makna utama [+makanan, +minuman], seperti roti, bakso, bir, teh, dan gado-gado.
Tipe kesembilan, yaitu
yang memiliki komponen makna utama [+nama geografi], seperti kota, desa, laut, sungai, dan gunung.
Tipe kesepuluh, yaitu
yang memiliki komponen makna utama [+bahan baku], seperti semen, pasir, kapur, batu, dan kayu.
Tipe kesebelas, yaitu
yang memiliki komponen makna utama [+kegiatan], seperti olahraga, rekreasi, debat, diskusi, dan piknik.
Selanjutnya,
secara terinci dapat disebutkan beberapa tipe lain, seperti buku dan koran yang memiliki komponen makna [+bacaan], bensin dan solar yang
memiliki komponen makna [+bahan bakar], serta cabe dan bawang yang
memiliki komponen makna [+bumbu dapur].
Dari
kata-kata turunan yang berbentuk nomina turunan dapat pula diperinci kata-kata
yang memiliki komponen makna seperti [+pelaku], misalnya kata penulis dan pembaca; dan komponen makna [+hasil], misalnya pada kata-kata masakan dan galian.
Dari
analisis komponen maknanya dapat juga diketahui adanya sejumlah kata dari kelas
nomina ini yang disamping memiliki komponen makna [+kebendaan]. Juga memiliki
komponen makna yang dimiliki oleh kata-kata dari kelas verba dan kata-kata dari
kelas ajektifa. Umpamanya kata-kata kail,
cangkul, dan kunci dari kelas
nomina juga memiliki komponen makna [+sasaran], sama dengan kata dari kelas
verba beli, makan, dan tulis. Contoh lain kata-kata dari kelas
nomina yang memiliki komponen makna [+sasaran] adalah :
-
Rantai
-
Kail
-
Tombak
-
Kikir
-
Tutup
Kata-kata
merah, biru, dan hitam dari kelas nomina (sebagai nomina dapat diobservasi)
juga memiliki komponen makna [+keadaan warna] yang biasa dimiliki oleh
kata-kata dari kelas ajektifa. Contoh lain adalah :
-
Biru
-
Asam
-
Asin
3.3
Nomina dari Segi Sintaksis
Dengan
mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi
sintaksisnya berikut ini akan dikemukakan berdasarkan posisi atau pemakaiannya
pada tataran frasa. Nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Sebagai
inti frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatasnya berada di muka
atau di belakangnya. Bila pewatas frasa nominal
itu berada di muka, pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata
tugas.
Contoh :
Lima buku
Seorang guru
Beberapa mahasiswa
Bukan jawaban
Banyak penduduk
Kalau
pewatas berada di belakang nomina, frasa nominal dapat berupa urutan dua nomina
atau lebih atau nomina yang diikuti oleh ajektifa, verba, atau kelas kata yang
lain. Dengan kata lain, nomina yang merupakan inti frasa itu diikuti oleh pewatas
yang berupa nomina, ajektifa, verba, atau kelas kata yang lain. Perhatikan
contoh beikut :
Masalah
penduduk
Buku
catatan
Uang
tabungan
Meja
makan
Pendapat
yang aneh
Kucing nakal
Pensil murah
Nomina
juga digunakan dalam frasa preposisional. Dalam frasa preposisional ini, nomina
bertinak sebagai poros yang didahului oleh preposisi tertentu. Contoh : di kantor, ke desa, dari markas, untuk Ayah, pada waktu itu.
Baik
sebagai nomina tunggal maupun dalam bentuk frasa, nomina dapat menduduki posisi
subjek (lihat kalimat a), posisi
objek (lihat kalimat b), posisi
pelengkap (lihat kalimat c), posisi
keterangan (lihat kalimat d)
Contoh :
a. Manusia
pasti akan mati.
Masalah penduduk
memerlukan penanganan yang serius.
Penjarahan
bulan mei di tahu 1998 itu memalukan bangsa.
b. Swatanisasi membutuhkan uang.
Perusahaan
kami membutuhkan manajer yang profesional.
Demokrasi
memerlukan keterbukaan.
c. Petani mulai bertanam padi.
Itu
baru merupakan suatu pendapat.
Dia
menyerupai ayahnya.
d. Mereka akan datang minggu pagi.
Di belakang rumah tumbuh
pohon beringin yang besar.
Saya
baru saja mengikuti lomba di Palembang.
Catatan
:
Agar
suatu nomina atau frasa nominal dapat berfungsi dengan baik, diperlukan adanya
keserasian semantik antara nomina atau frasa nominal tersebut dengan predikat
atau unsur-unsur lain yang terlibat.
3.4 Nomina dari Segi Bentuknya
Dilihat
dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam, yakni (1) nomina
yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini
dilakukan dengan a) afiksasi, b) pengulangan, dan c) pemajemukan. Secara
skematis, nomina bahasa Indonesia adalah sebagai berikut ;
1)
Nomina dasar
Nomina
dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas satu morfem. Berikut adalah
beberapa contoh nomina dasar yang dibagi menjadi (a) nomina dasar umum dan (b)
nomina dasar khusus.
(a) Nomina dasar umum
Gambar pisau
Meja tongkat
Rumah kesatria
Malam hukum
Minggu tahun
(b) Nomina dasar khusus
Adik Bawuk Paman
Atas Farida Pekalongan
Batang Selasa Pontianak
Bawah Butir Kamis
Dalam Muka Maret
Jika
kita perhatikan dengan baik terhadap kategori nomina itu, baik yang dasar
maupun yang turunan, maka akan kita sadari bahwa di balik kata itu terkadung
pula konsep semantis tertentu. Nomina dasar umum malam, misalnya, tidak mempunyai ciri makna yang mengacu pada
tempat. Sebaliknya, nomina dasar umum meja
dan rumah mengandung makna tempat.
Dengan demikian, kita dapat membentuk kalimat seperti Letakkanlah penamu di meja, tetapi kita tidak dapat membentuk kalimat
*Letakkanlah penamu di malam. Acapkali
makna suatu verba mempengaruhi pula arti preposisi seperti di atas. Kalimat Dia memasukkan ketimun ke kulkas sama
maknanya dengan Dia memasukkan ketimun ke
dalam kulkas. Akan tetapi, pengertian ke
dan ke dalam itu berubah jika
verbanya melemparkan. Perhatikan
perbedaan kedua kalimat berikut :
Dia
melemparkan ketimun ke kulkas.
Dia
melemparkan ketimun ke dalam kulkas.
Nomina
dasar umum malam, minggu, dan tahun tidak memiliki ciri semantis yang
mengacu pada tempat, tetapi mengacu
pada waktu. Karena ciri inilah maka
nomina seperti itu dapat menjadi keterangan waktu : malam Senin, minggu depan, tahun
1996. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pilau dan tongkat memungkinkan kita
untuk mengacu pada alat untuk melakukan perbuatan. Karena itu, kita dapat
memakainya sebagai keterangan alat : dengan
pisau, dan tongkat. Selanjutnya,
nomina seperti kesatria dan hukum tidak memiliki ciri semantis
tempat, waktu, dan alat, tetapi memiliki ciri yang mengacu pada cara melakukan
perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh frasa yang menjadi keterangan cara
seperti secara kesatria dan secara hukum.
Ciri
semantis yang melekat secara hakiki pada tiap kata sangatlah penting dalam
bahasa karena ciri itulah yang menetukan apakah suatu bentuk dapat diterima
oleh penutur asli atau tidak. Pembolakbalikan contoh di atas akan menyebabkan
kita menolaknya. Bentuk yang berikut tidaklah dapat kita terima :
*secara
minggu, *secara tongkat, *dengan tahun,
atau *di atas tahun.
Kelompok
nomina dasar khusus di atas kita temukan bermaca-macam subkategori kata dengan
beberapa fitur semantiknya.
1. Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu pada tempat seperti di atas, di bawah, di dalam. Frasa
preposisional ini juga dapat bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi
preposisi gabungan seperti di atas atap,
di bawah meja, di dalam rumah.
2. Nomina yang diwakili oleh Pekalongan dan Pontianak mengacu pada nama geografis.
3. Nomina yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan kata berdasarkan bentuk rupa
acuannya secara idiom atis.
4. Nomina yang diwakili oleh Farida dan Bawuk mengacu pada nama diri orang.
5. Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang masih mempunyai kekerabatan.
6. Nomina yang diwakili oleh Selasa dan Kamis mengacu pada nama hari.
Secara
sepintas pembagian seperti itu tidak berguna; tetapi jika kita perhatikan benar
perilaku bahasa pada umumnya ddan bahasa Indonesia pada khususnya, kita akan
tahu bahwa pengertian mengenai ciri semantis kata sangatlah penting. Jika ada
kalima yang melanggar ciri semantis, kalimat itu akan kita tolak, kita beri
arti yang unik, atau kita anggap aneh.
Perhatikan pelanggaran
ciri semantis dalam ketiga kalimat berikut :
1) Selasa
melempari rumah itu.
Kalimat
ini kita tolak karena kata Selasa
sebagai nomina mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin dapat bertindak
sebagai subjek dalam kalimat ini.
2) Yang datang ke rapat hanya tiga butir.
Jika
kalimat ini mempunyai arti, nomina butir
mempunyai pengertian khusus pada orang yang datang ke rapat.
3) Pak Ali akan menikahi adik kandungnya sendiri.
Kalimat
ini terlihat aneh karena dalam budaya kita sangatlah tidak mungkin, dalam ciri
semantis adik kandung menyiratkan
pengertian bahwa orang boleh menikah dengan seseorang yang bukan kakak, adik, paman, ayah, atau kakeknya sendiri.
Dari
gambaran kalimat tersebut jelaslah bahwa ciri semantis untuk tiap kata dalam
bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaksis yang membuat penutur
asli memiliki kemampuan untuk menilai keberterimaan suatu kalimat atau tuturan.
2)
Nomina Turunan
Nomina
dapat diturunkan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan. Afiksasi
nomina adalah suatu proses pembentukan nomina dengan menambahkan afiks tertentu
pada kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan nomina dengan
afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber penurunan dan sumber ini
belum tentu berupa kata dasar. Nomina turunan seperti kebesaran memang diturunkan dari kata dasar besar sebagai sumbernya, tetapi pembesaran
tidak diturunkan dari kata dasar yang sama, besar,
tetapi dari verba membesarkan.
Sumber
sebagai dasar penurunan nomina ditentukan oleh keterkaitan makna antara sumber
tersebut dengan turunannya. Kebesaran
bermakna keadaan besar karena itu, kebesaran diturunkan dari ajektifa besar. Akan tetapi, makna pembesaran berkaitan dengan perbuatan membesarkan, bukan dengan ‘keadaan besar’, karena itu pembesaran diturunkan bukan dari
ajektifa besar, tetapi dari verba membesarkan.
Keterkaitan
makna merupakan dasar untuk menentukan sumber, maka dalam kebanyakan hal tiap
nomina turunan mempunyai sumbernya sendiri-sendiri. Nomina turunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan dari sumber yang sama, yakni, temu, tetapi dari dua verba yang
berbeda. Pertemuan diturunkan dari
verba bertemu, sedangkan penemuan dari verba menemukan. Penemuan juga
tidak diturunkan dari verba menemui
karena antara menemui dengan penemuan tidak ada keterkaitan makna.
Dalam
bahasa Indonesia sering ada dua verba yang maknanya sangat dekat. Verba membesarkan dan memperbesar, misalnya, sama-sama mengandung makna ‘menyebabkan
sesuatu menjadi besar atau lebih besar.’ Karena hal seperti ini, maka nomina
turunan pembesaran tidak mustahil
diturunkan baik dari verba membesarkan
maupun memperbesar.
Di
pihak lain, bahasa Indonesia kontemporer juga menunjukkan adanya kecenderungan
untuk memunculkan bentukan-bentukan baru sesuai dengan kebutuhan. Tampaknya
karena adanya perbedaan makna yang halus antara verba meng- dan memper-, maka
kini ada nomina yang hanya berkaitan dengan verba memper- : nomina pemersatu, pemerkaya, dan pemerhati masing-masing diturunkan dari
verba mempersatukan, memperkaya, dan memperhatikan.
Sejauh
mana kedekatan makna dua verba untuk menjadi sumber penurunan nomina tidak
mudah ditentukan. Verba menjual,
menjualkan, dan menjuali,
misalnya, jelas mempunyai makna yang berdekatan. Namun, nomina penjualan harus dianggap sebagai turunan
hanya dari verba menjual saja karena
makna penjualan tidak menyangkut
pengertian benefaktif (menjualkan)
maupun iteratif (menjuali).
Dalam
kasus yang lain, bisa saja kata dari kelas kata tersebut mempunyai verba,
tetapi maknanya tidak berkaitan dengan nomina yang diturunkan. Kata dasar
nomina raja, misalnya, memang
mempunyai verba merajakan dan merajai. Nomina turunan kerajaan tidak berkaitan makna dengan
kedua verba itu, tetapi dengan kata dasarnya, raja. Karena itu, nomina kerajaan
tidak diturunkan dari verba merajakan
ataupun merajai, tetapi dari nomina raja. Demikian pula dengan kata kelurahan dan kecamatan yang masing-masing diturunkan dari nomina lurah dan camat.
3)
Afiks dalam Penurunan Nomina
Kata-kata
berkelas nomina, selain berbentuk akar (nomina), banyak pula yang terbentuk
melalui proses afiksasi. Pembentukan dengan afiksasi ini ada yang dibentuk
langsung dari akar, tetapi sebagian besar dibentuk dari akar melalui kelas
verba dari akar itu. Yang dibentuk langsung dari akar adalah nomina turunan
berkonfiks ke-an, seperti kepartaian yang bermakna ‘hal partai’
dan kepandaian yang bermakna ‘hal
pandai’. Sedangkan contoh yang dibentuk dari gramatikal ‘yang membaca’, pembacaan yang bermakna gramatikal
‘proses membaca’ dan bacaan yang
bermakna gramatikal ‘hasil membaca’ atau ‘yang dibaca’.
Bahwa
nomina pembaca dibentuk dari dasar baca
melalui verba membaca dapat kita
lihat dari makna gramatikalnya, yaitu ‘yang membaca’. Sedangkan kata kehutanan dibentuk langsung dari akar hutan juga tampak dari makna
gramatikalnya, yaitu ‘tentang hutan’ atau ‘hal hutan’.
Afiks-afiks
pembentuk nomina turunan sejauh ini adalah :
(1) Prefiks ke-.
Nomina
berprefiks ke- sejauh data yang ada
hanyalah ada tiga buah kata yaitu ketua,
kekasih dan kehendak dengan makna
gramatikal ‘yang dituai’, ‘yang dikasihi’ dan ‘yang dikehendaki’.
(2) Konfiks ke-an.
Ada
dua macam proses pembentukan nomina dengan konfiks ke-an.
1. Yang dibentuk langsung dari bentuk
dasar, baik dari akar tunggal maupun akar majemuk, seperti pada kata yang
memiliki makna gramatikal ‘hal(dasar)’ dan ‘tempat atau wilayah’.
Misalnya :
-
Kebersamaan,
artinya ‘hal bersama’.
-
Ketidakadilan,
artinya ‘hal tidak adil’.
-
Kelurahan,
artinya ‘wilayah lurah’.
-
Kerajaan,
artinya ‘wilayah raja’.
-
Kesultanan,
artinya ‘wilayah sultan’.
2. Yang dibentuk dari dasar melalui verba
(yang dibentuk dari dasar itu dan menduduki fungsi predikat sebuah klausa)
memiliki makna gramatikal ‘hal (dasar)’ dan ‘hasil’. Misalnya :
-
Kegembiraan,
artinya ‘hal gembira’ (yang dibentuk dari verba gembira, misalnya dari klausa
‘mereka tampak gembira’).
-
Keputusan,
artinya ‘hasil memutuskan’ (yang dibentuk, misalnya dari klausa ‘gubernur tak
dapat memutuskan perkara itu’).
(3) Prefiks pe-.
1. Nomina Berprefiks pe- yang Mengikuti Kaidah Persengauan
Prefiks pe- yang
mengikuti kaidah persengauan dapat berbentuk pe-, pem-, pen-, per-, peng-, peny-, dan penge-.
·
Bentuk atau alomorf pe-
digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | r, l, w, y, m, n, ny, dan ng
|. Contoh : perawat, perakit, pelintas,
pewaris, peyakin.
·
Bentuk atau alomorf pem-
digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | b, p, f, dan v |. Dengan
catatan fonem | b, f, dan v | tetap berwujud, sedangkan fonem | p | disenyawakan dengan bunyi nasal dari
prefiks itu. Contoh : pembina, pemotong,
pemfitnah.
·
Bentuk atau alomorf pen-
digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | d dan t |. Dengan catatan
fonem | d | tetap diwujudkan
sedangkan fonem | t | tidak
diwujudkan melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal yang ada pada prefiks
tersebut. Contoh : pendengar, penulis.
·
Bentuk atau alomorf peny-
digunakan apabila fonem awal bentuk dasarnya adalah fonem | s, c, dan j |. Dengan catatan fonem | s
| disenyawakan dengan bunyi nasal yang ada prefiks itu; sedangkan nasal | ny | untuk fonem | c | dan | j | dalam
bahasa tulis diganti dengan huruf < n
>. Contoh : penyikat, pencuri, penjual.
·
Bentuk atau alomorf peng-
digunakan apabila bentuk dasarnya mulai dengan fonem | k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o
|. Dengan catatan fonem | k | tidak
diwujudkan melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal | ng | yang ada pada prefiks itu; sedangkan fonem lain tidak
diwujudkan. Contoh : pengirim, penghibur,
pengiris, pengambil.
·
Bentuk atau alomorf penge-
digunakan apabila bentuk dasarnya berupa bentuk satu suku kata. Contoh : pengetik, pengecat, pengetes, pengebom,
dan pengesah.
2. Nomina Berprefiks pe- yang Tidak Mengikuti Kaidah Persengauan
Hal ini
berkaitan dengan verba berprefiks ber- atau verba berklofiks memper-kan yang
dibentuk dari dasar itu. Contoh : peladang,
pedagang, peternak.
(4) Konfiks pe-an.
·
Bentuk atau alomorf pe-an
digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | r, l , w, y, m, n, ny, dan ng
|. Contoh : perawatan, pelarian,
pemantapan.
·
Bentuk atau alomorf pem-an
digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | b, p, f, dan v |. Fonem |
b | diwujudkan dan fonem | p | disenyawakan. Contoh : pembinaan, pemotongan.
·
Bentuk atau alomorf pen-an digunakan
apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | d dan t |. Fonem | d | tetap diwujudkan dan fonem | t | disenyawakan. Contoh : pendengaran dan penertiban.
·
Bentuk atau alomorf peng-an
digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan fonem | k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o
|. Hanya fonem | k | yang dapat
disenyawakan, sedangkan yang lain tetap diwujudkan. Contoh : pengiriman, penghukuman, pengurusan.
·
Bentuk atau alomorf penge-an
digunakan apabila bentuk dasarnya berupa satu suku kata. Contoh : pengeboran, pengeboman.
(5) Konfiks per-an.
1) Nomina berkonfiks per-an yang dibentuk dari dasar melalui verba ber- bentuknya mengikuti perubahan bentuk prefiks ber-, sehingga menjadi bentuk per-an, pe-an, dan pel-an. Contoh : Perdagangan,
pekerjaan, pecerminan.
2) Nomina berkonfiks per-an yang dibentuk dari dasar (baik akar maupun bukan) nomina,
seperti : perburuhan, perkantoran.
(6) Sufiks –an
1) Nomina bersufiks –an yang dibentuk dari dasar melalui verba berprefiks me-
inflektif.
Tulisan,
dalam arti ‘hasil menulis (diturunkan melalui verba menulis, di mana hubungan
verba menulis dengan objeknya, misalnya, surat, mempunyai hubungan hasil)’.
Makanan,
dalam arti ‘yang dimakan’
Saringan,
yang memiliki komponen makna ( + alat )
2) Nomina bersufiks –an yang dibentuk dari
dasar melalui verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal ‘tempat
ber-(dasar)’. Misalnya, nomina kubangan, tepian, dan pangkalan.
(7) Sufiks –nya.
1) –nya
sebagai pronomina persona ketiga tunggal, seperti dalam kalimat : saya mau
minta tolong kepadanya.
2) –nya
sebagai sufiks seperti terdapat pada kata-kata naiknya, turunnya, dan mahalnya.
(8) Prefiks ter-.
Nomina
berprefiks ter- dengan makna
gramatikal ‘yang di-(dasar)’ hanya terdapat sebagai istilah dalam bidang hukum.
Nomina tersebut adalah tersangka,
terperiksa, terdakwa, tergugat, tertuduh, terhukum, dan terpidana.
(9) Infiks –el-, -em-, dan –er-
Infiksasi
dalam bahasa Indonesia sudah tidak produktif lagi. Artinya, tidak digunakan
lagi untuk membentuk kata-kata baru. Sejauh ini nomina berinfiks yang ada
adalah :
-
Telunjuk
= tunjuk
-
Gemetar
= getar
-
Gerigi
= gigi
3.5
Kontras Antarnomina
Kontras
antarnomina terjadi karena kata dasar dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak
nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu benar-benar mempertimbangkan
perbedaan bentuk dan maknanya.
Perhatikan contoh
berikut :
1) Penyerahan : perbuatan menyerahkan / serahan
2) Pengosongan : perbuatan mengosongkan kekosongan; keadaan kosong
3) Perbedaan : keadaan berbeda; hasil membedakan
4) Pembedaan : perbuatan membedakan
5) Pembeda :
hal atau faktor yang membedakan
6) Satuan :
yang berciri satu
7) Persatuan : keadaan bersatu
8) Penyatuan : perbuatan menyatukan kesatuan; hasil menyatukan
9) Persediaan : cadangan; hal tersedia
10) Penyediaan : perbuatan menyediakan
11) Kesediaan : keadaan bersedia untuk melakukan sesuatu
12) Sediaan :
hasil menyediakan
Dari
contoh di atas tampak bahwa beberapa nomina dengan dasar yang sama dalam bahasa
kita menimbulkan makna yang berbeda-beda. Tampak pula bahwa ada bentuk-bentuk
yang tidak atau belum ada dalam bahasa kita, karena makna sufiks –an adalah hasil yang dinyatakan verba (lukisan, hasil melukis). Maka, hasil ‘menyerahkan’ harusnya adalah serahan. Dalam bahasa Indonesia bentuk
ini belum dipakai meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara lain untuk
mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan mengatakan “yang kami serahkan ini sekadar tanda mata.”
Tidak
munculnya suatu bentuk yang potensial dapat juga karena adanya bentuk lain yang
kebetulan telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita, bentuk bedaan tidak lazim dipakai. Hal ini
tampaknya karena dalam bahasa kita telah ada nomina perbedaan yang telah memikul makna yang seharusnya dinyatakan oleh
*bedaan.
3.6
Nomina dengan Dasar Polimorfemis
Dua
kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak meninggalkan
prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut. Jadi,
perubahan ini terdapat pada prefiks yang menjadi konfiks ataupun klofiks.
Perhatikan contoh
berikut :
1) Prefiks ber-
Bersama - kebersamaan
Berangkat - keberangkatan
Berhasil - keberhasilan
2) Prefiks se-
Seragam - keseragaman
Seimbang - keseimbangan
Sesuai - kesesuaian
3) Prefiks ter-
Terpadu - keterpaduan
Terlibat - keterlibatan
Terlaksana - keterlaksanaan
4) Prefiks me-
Mempersatukan - pemersatuan
Mempercepat - pemercepatan
Memperhatikan - pemerhati
Selanjutnya,
masih ada contoh nomina turunan yang juga menjadi sumber bagi penurunan yang
lebih lanjut.
5) Prefiks me-
Memimpin - pemimpin - kepemimpinan
Menduduki - penduduk - kependudukan
Mendidik - pendidik - kependidikan
Gejala
yang dicontohkan di atas mulai disenangi orang meskipun pada saat ini belum
semua bentuk yang berprefiks seperti itu dapat diturunkan menjadi nomina
berdasarkan kaidah itu.
3.7
Penurunan Nomina dengan –wan dan –wati
Nomina
dengan afiks –wan/-wati mengacu kepada; 1) orang yang ahli dalam bidang
tertentu, 2) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam bidang tertentu,
atau 3) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. (Alwi, dkk. : 2003).
Sufiks {-wan} dengan alomorfnya {-man} dipakai untuk mengacu pada laki-laki dan
perempuan, sedangkan sufiks {-wati} khusus dipakai untuk mengacu pada perempuan
(Depdikbud, 1997).
NO
|
Beroposisi
Biner
|
Tidak
Beroposisi Biner
|
||
{-wan}
|
{-wati}
|
{-wan}
|
{-wati}
|
|
1
|
Biarawan
|
Biarawati
|
Bangsawan
|
-
|
2
|
Binaragawan
|
Binaragawati
|
Budayawan
|
-
|
3
|
Karyawan
|
Karyawati
|
Budiman
|
-
|
4
|
Olahragawan
|
Olahragawati
|
Cendekiawan
|
-
|
5
|
Peragawan
|
Peragawati
|
Dermawan
|
-
|
6
|
Relawan
|
Relawati
|
Fisikawan
|
-
|
7
|
Rohaniwan
|
Rohaniwati
|
Gerilyawan
|
-
|
8
|
Setiawan
|
Setiawati
|
Hartawan
|
-
|
9
|
Wartawan
|
Wartawati
|
Ilmuwan
|
-
|
10
|
Wisudawan
|
Wisudawati
|
Jutawan
|
-
|
11
|
Negarawan
|
-
|
||
12
|
Pustakawan
|
-
|
||
13
|
Usahawan
|
-
|
||
14
|
Wiraswastawan
|
-
|
||
15
|
Wisatawan
|
-
|
Dengan
adanya kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan sufiks –wan/-wati, pemakai bahasa Indonesia
berpeluang memilih cara pembentukan nomina dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks –wan/-wati. Kaidah untuk menentukan bentuk mana yang dipakai
bersifat idiomatis; artinya, pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang
yang hidup dari, atau yang bergerak di bidang seni, secara idiomatis disebut seniman, dan bukan *perseni. Demikian pula kita dapati kata budiman, hartawan, ilmuwan yang sudah baku dan mantap sehingga kita
menolak bentuk lain seperti, *pembudi,
*pengharta, dan *pengilmu.
3.8
Nomina Kata Serapan
Dalam
perkembangannya bahasa Indonesia banyak menyerap kosakata asing, terutama dari
bahasa Arab, Inggris dan Belanda. Kosakata asing yang diserap itu biasanya
secara utuh. Artinya, kosakata itu diserap sekaligus dengan “sufiks” yang
menjadi penanda kategori kata serapan itu. “sufiks” penanda kelas atau kategori
nomina, antara lain yakni :
1) in
pada kata hadirin, muslimin, mukminin, mukimin, muhajirin.
Dengan
makna gramatikal ‘laki-laki yang (dasar)’
2) at
pada kata hadirat, muslihat, mukminat.
Dengan
makna gramatikal ‘perempuan yang (dasar)’
3) –ah
pada kata gairah, hafizah.
Dengan
makna gramatikal ‘perempuan yang (dasar)’
4) si
pada kata kritisi, musisi, politisi, teknisi, redaksi.
Dengan
makna gramatikal ‘yang bergerak dalam bidang (dasar)’
5) –ika
pada kata fisika, mekanika, linguistika, matematika, fonetika.
Dengan
makna gramatikal ‘ilmu tentang (dasar)’
6) –ir
pada kata importir, eksportir, leveransir, donasir.
Dengan
makna gramatikal ‘pelaku kegiatan (dasar)’
7) –ur
pada kata direktur, kondektur, redaktur, inspektur.
Dengan
makna gramatikal ‘laki-laki yang menjadi (dasar)’
8) –us
pada kata politikus, musikus, kritikus.
Dengan
makna gramatikal ‘orang-orang yang melakukan (dasar)’
9) –isme
pada kata kapitalisme, feodalisme, islamisme, daerahisme, sukuisme.
Dengan
makna gramatikal ‘paham mengenai (dasar)’.
10) –sasi
pada kata organisasi, spesialisasi, inventarisasi, tendanisasi, neonisasi.
Dengan
makna gramatikal ‘proses pe-an (dasar)’
11) –or
pada kata aktor, diktator, koruptor, proklamator, konduktor, indikator.
Dengan
makna gramatikal ‘yang melakukan / menjadi (dasar)’
Catatan
:
Sufiks asing tidak
produktif dalam pembentukan nomina bahasa Indonesia. Kata-kata “asli” Indonesia
yang telah diberi sufiks asing itu yang ada hanyalah kata-kata sukuisme, daerahisme, tendanisasi,
neonisasi, dan lelenisasi.
IV.
Kesimpulan
Nomina
disebut sebagai kata benda. Nomina itu merupakan kelas kata yang tidak dapat
didahului dengan adverbia negasi tidak,
nomina merupakan konsep yang mengacu pada benda, orang, ataupun hal lain yang
dapat dibendakan.
Secara
garis besar mengenai batasan dan ciri nomina dapat kita perhatikan bahwa nomina
tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak,
tidak dapat didahului oleh adverbia derajat agak,
dan tidak dapat didahului oleh adverbia keharusan wajib. Sedangkan, dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan
jumlah seperti satu, sebuah, dan
sebagainya.
Komponen
makna utama yang dimiliki kata-kata berkelas nomina dari segi semantik, yakni
komponen makna [+orang], [+nama institusi], [+binatang], [+tumbuhan], [+buah-buahan],
[+bunga-bungaan], [+peralatan], [+makanan, +minuman], [+nama geografi], [+bahan
baku],dan [+kegiatan]. Nomina dari segi
sintaksisnya itu dilihat berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran
frasa. Selain itu, nomina dari segi sintaksis sangat mempertimbangkan fitur
semantiknya. Nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Nomina dari segi
bentuknya dapat dibagi atas nomina dasar dan nomina turunan, pada nomina dasar
terdiri atas nomina dasar umum dan khusus, kemudian pembentukan nomina turunan
dengan afiks-afiks seperti berprefiks (pe-,
per-), berkonfiks (pe-an, per-an,
ke-an), dan bersufiks (-an).
Kontras
antarnomina disebabkan karena kata dasar yang dapat diberi afiks yang
berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu
benar-benar mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. Nomina dengan dasar
polimorfemis ini yang dimaksud adalah dua kelompok kata turunan yang waktu
diturunkan menjadi nomina tidak meninggalkan prefiksnya.
Penurunan
nomina juga dapat terbentuk dengan sufiks –wan / -wati yang memiliki makna
orang yang ahli dalam bidang itu, orang yang bekerja dalam bidang itu, dan
orang yang memiliki barang / sifat dalam bidang itu. Nomina dalam bahasa
Indonesia juga banyak terbentuk dari sufiks asing ataupun dari kata-kata yang
diserap dari bahasa Asing.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka
Alwi, Hasan dan Dendy
Sugono. 2003. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta :
Rineka Cipta
Depdikbud. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta
: Balai Pustaka
Djajasudarma, T.
Fatimah. 2010. Metode Linguistik.
Bandung : Refika Aditama
Kridalaksana,
Harimurti. 2008. Kamus Linguistik.
Jakarta : Gramedia
Kridalaksana,
Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta : Gramedia
Putrayasa, Ida bagus.
2008. Kajian Morfologi (Bentuk
Derivasional dan Infleksional). Bandung : Refika Aditama
Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Ramlan, M. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta : CV. Karyono
Tarigan, Henry Guntur.
2009. Pengajaran Morfologi. Bandung :
Angkasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar