Pages

Kesantunan Berbahasa Sang Panglima Jenderal TNI di Rosi Talkshow

Selasa, 19 September 2017


Berikut deskripsi penggunaan dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi politik antara Panglima TNI dan Rosi Silalahi di talkshow ROSI Kompas TV.
A.    Maksim Kebijaksanaan
1.      “... Kalau saya menanggapi kelompok-kolompok naif itu, maka saya juga bodoh. Itu seperti kalau kita berkelahi dengan orang gila maka kita juga bisa gila...”
Penjelasan :
Bentuk tuturan pertama di atas menunjukkan adanya pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan karena informasi yang dinyatakan oleh penutur dianggap merugikan orang lain. Walaupun penutur tidak mengucapkan nama kelompok yang naif, tetapi pendengar bisa memahami bahwa yang dimaksud adalah jurnalis Amerika (Allan Nairn) dan media tirto.co.id yang memuat tulisan tentang makar itu.
2.      “Saya tidak membahas ini karena kalau kita lihat masyarakat (Jakarta khususnya) bisa mengetahui kok apa yang terjadi enam bulan terakhir mulai dari 411. Pertama, masyarakat bisa mengetahui apa yang terjadi selama enam bulan terakhir. Kedua, kalau toh saya akan makar, sejak reformasi  1998 sampai dengan saat ini syukur Alhamdulillah Institusi TNI tidak pernah tidak netral.”
Penjelasan :
Tuturan di atas merupakan jawaban atas pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya Panglima memberi penjelasan kalau beredar isu bahwa narasumber dari tulisan opini Allan Nairn tidak lain dari lingkaran terdekat Panglima TNI. Dengan bijak, penutur memberikan jawaban yang menguntungkan orang lain. Dari tuturan tersebut menunjukkan bahwa penutur sudah yakin kalau masyarakat tahu persis kondisi Indonesia (Jakarta) selama enam bulan atau sejak adanya aksi bela Islam, lalu dia juga memberi penegasan bahwa jika saja ia makar, maka tidak mungkin sejak reformasi 1998 hingga sekarang institusi TMI selalu netral. Jadi, informasi yang diberikan penutur tidak memberikan efek merugikan kepada orang lain dan memaksimalkan keuntungan kepada masyarakat dan institusi TNI yang masing-masing tentunya paham bahwa orang-orang di sekitarnya tidak mungkin menjadi mata-mata untuk Allan Nairn dalam membuat berita dugaan makar.
3.      “Apapun itu kalau saya anggap gila maka tidak akan saya tanggapi.”
Penjelasan :
Ada indikasi pelanggaran maksim kebijaksanaan dari tuturan tersebut. Karena pernyataan tersebut merupakan jawaban dari ‘kalau menanggapi tulisan wartawan Amerika?’ Penutur menganggap bahwa apapun itu termasuk tulisan Allan Nairn dianggapnya juga gila jadi tidak akan menanggapi isi tulisan jurnalis senior itu. Nah, dari pernyataan tersebut khususnya dari kata ‘gila’ penutur menyudutkan orang lain dengan memberikan ungkapan yang bisa merugikan Allan Nairn.
4.      “Jangan mau ditakuti.”
Penjelasan :
Tuturan tersebut hadir sebagai jawaban dari permintaan saran Panglima oleh pembawa acara mengenai cara tentara turut menjaga keamanan negara dan jawaban tersebut adalah jawaban yang memenuhi maksim kebijaksanaan karena itu berupa saran atau tawaran yang dapat menguntungkan orang lain atau seluruh tentara di Indonesia agar jangan mudah ditakuti oleh berbagai ancaman yang ingin menggoyahkan keamanan Indonesia.

B.     Maksim Kedermawanan
1.      “Peci putih itu komunikasi bahwa saya sama dengan aksi agar saya bisa menenangkan para aksi dan bisa mengendalikan (jika terjadi pemberontakan).”
Penjelasan :
Tuturan di atas menunjukkan bahwa penutur berupaya memposisikan dirinya seperti pendemo yang diidentik warna putih ketika aksi itu, sehingga dia bisa menyatu bersama para demo untuk mengendalikan suasana jika terjadi ketegangan. Tuturan tersebut dinilai memenuhi maksim kedermawanan karena penutur menyiratkan kerugian diri sendiri jika saja terjadi kerusuhan.
2.      “Jadi, apapun yang saya lakukan tidak masalah yang penting tujuan berhasil walaupun beresiko.”
Penjelasan :
Dengan mengatakan bahwa Panglima akan lebih mengutakan tujuan utamanya sebagai prajurit dan rela mengambil resiko demi mengamankan Presiden, maka tuturan tersebut menggunakan maksim kedermawanan karena berdasarkan apa yang dituturkan Panglima TNI telah memberi isyarat bahwa ia rela meminimalkan keuntungan dirinya dan rela bertindak untuk membantu orang lain yaitu Presiden.

C.    Maksim Penghargaan
1.      “Tapi, mungkin kelompok-kelompok (jurnalis Amerika) itu lupa bahwa sekarang kita sudah sangat maju. Banyak perusahaan-perusahaan Indonesia mempekerjakan bule-bule di sini.”
Penjelasan :
Sebelum penutur menguraikan kalimat di atas, dia memberikan gambaran mengenai masyarakat Indonesia yang saat dijajah selalu menganggap apa yang dikatakan orang bule itu benar semuanya. Kemudian, dari tuturan di atas menunjukkan bahwa penutur memberikan pujian terhadap Indonesia yang sudah terlihat maju karena sudah mampu mempekerjakan bule-bule.
2.      “Kan kita sudah mengamati sejak awal siapa itu Allan Nairn. Jadi, kalau tidak begitu atau kita tanggapi maka kita termasuk kelompok-kelompok Allan Nairn.”
Penjelasan :
Dari tuturan di atas, secara tersirat dapat disadari bahwa penutur melanggar maksim penghargaan karena pernyataan di atas menjawab pertanyaan mengapa reaksi TNI cepat menganggap berita yang ditulis jurnalis Amerika itu sebagai berita bohong. Lalu, penutur menegaskan bahwa dia sudah mengamati sejak awal siapa itu Allan Nair (Jurnalis Amerika) yang secara tersirat bermakna negatif mengenai sosok Allan. Lalu, penutur juga mengulangi bahwa ia tidak ingin menanggapi karena tidak mau termasuk kelompok dari Allan Nairn. Dengan demikian, rasa tidak ingin yang diungkapkan penutur seperti mengejek bahwa orang-orang yang percaya opini Allan Nairn itu tidak baik. Jadi, ada indikasi mengejek dan merendahkan yang bertentangan dengan maksim penghargaan.
3.      “Makanya, saya katakan tadi bahwa masyarakat Indonesia sudah cerdas.”
Penjelasan :
Penutur terus mengungkapkan bahwa masyarakat tidak akan mudah percaya dengan isu makar. Terkait dengan perkataannya bahwa kita tidak hidup lagi di zaman penjajahan, penutur kemudian memuji bahwa masyarajat sudah cerdas untuk menjawab pertanyaan pembawa acara mengenai pelaporan ke dewan pers. Maksud penutur memuji seperti itu karena ingin memberi penegasan bahwa tidak perlu dibawa ke meja hukum karena masyarakat sudah cerdas menentukan mana kabar bohong atau benar.
4.      “Kalau institusi TNI main-main, tidak mungkin saat ini institusi TNI adalah institusi yang terpercaya oleh masyarakat Indonesia. Dan justru Presiden Jokowi yang mengatakan hasil survei ini dan meminta saya untuk mempertahankan.”
Penjelasan :
Tuturan tersebut adalah jawaban lanjutan dari pertanyaan Rosi yang mengatakan bagaimana cara Panglima menanggapi bahwa ternyata Allan Nairn memeroleh informasi tentang makar dari orang-orang terdekat Panglima. Penutur justru mengisyaratkan kesantunan berbahasanya melalui maksim penghargaan kepada institusi TNI yang menurutnya tidak mungkin main-main karena TNI adalah institusi yang terpercaya oleh masyarakat. Jadi, jawaban dengan memberikan pujian kepada institusinya itu memberi pemahaman kepada pembawa acara bahwa panglima yakin tidak ada orang-orang TNI yang bekerja sama dengan Allan Nairn untuk memfitnah dirinya.
5.      “...tidak ada media di Indonesia yang terpercaya memuat itu.”
Penjelasan :
Dari bentuk-bentuk tuturan sebelumnya, penutur selalu mengatakan bahwa media-media atau beberapa orang/kelompok yang menanggapi tulisan Allan Nairn itu seperti orang yang hidup di jaman penjajahan dan ‘agak gila’. Namun, pada tuturan kali ini penutur memberikan apresiasi dan pujan terhadap media-media Indonesia yang terverifikasi dan terpercaya (Kompas TV, Majalah Tempo, situs republika.com, dsb.) yang justru tidak memuat tulisan tersebut. Sehingga, melalui maksim penghargaan kepada media Indonesia yang terpercaya membuat pembawa acara mengerti kalau Panglima tidak perlu menyampaikan tulisan Allan Nairn ke dewan pers karena yang mengedarkan tulisan itu adalah media yang belum terverifikasi di Indonesia.
6.      “Saya mengamati siapa pemimpin saya. Maaf kalau saya salah, kalau beliau tersinggung (mengenai peci). Beliau adalah orang berani dan nekat. Ketika dilarang justru berangkat untuk sholat jumat (pada saat aksi)...”
Penjelasan :
Penutur memberikan penghargaan kepada pemimpinnya dengan memuji bahwa Presiden Jokowi itu berani karena tidak takut dengan para aksi yang bisa saja melakukan pemberontakan saat Jokowi berada di lapangan. Penutur juga mengucapkan ‘maaf’ kalau saja Presiden merasa tersinggung mengenai warna peci yang mengundang ribuan persepsi. Dari tuturan tersebut, penutur sangat menunjukkan adanya rasa kekaguman kepada Presiden yang dianggapnya panglima tertingginya yang sudah nekat melaksanakan sholat jumat di Monas bersama para pendemo.
7.      “Di dalam doktrin militer yang jadi utama adalah asas tujuan. Tujuan saya adalah mengamankan Presiden.”
Penjelasan :
Penutur menunjukkan maksim penghargaan karena dari tuturan di atas yang berisi bahwa tujuan militernya adalah mengamankan Presiden yang artinya ada bentuk penghormatan yang tinggi kepada Presiden.
8.      “Yang bisa mengontrol saya hanya Presiden karena itu tanggung-jawab saya sama Presiden.”
Penjelasan :
Menunjukkan rasa hormat dan penuh tanggung-jawab kepada Presiden melalui tuturan tersebut, penutur dianggap telah mengaplikasikan maksim penghargaan.
9.      “Cukup pemimpin saya yang melihat saya karena dia yang mengangkat saya dan mencopot saya.”
Penjelasan :
Penutur terus menunjukkan rasa hormatnya kepada Presiden sebagai atasannya yang telah melantik dirinya sebagai Panglima TNI. Berdasarkan tuturan tersebut, penutur memenuhi maksim penghargaan yang menunjukkan adanya rasa kekaguman dan menghormati sang Presiden yang berhak menilai kinerja atau loyalitasnya.
10.  “Mereka yang ikut aksi menyampaikan aspirasi dengan tertib. Jadi tidak ada yang mengganggu.”
Penjelasan :
Melalui tuturan di atas, penutur memberikan penghargaan yang tulus kepada para aksi karena menyampaikan aspirsinya dengan tertib dan tidak menimbulkan pemberontakan.
11.  “Yang melakukan aksi juga warga yang cinta negaranya. Jadi, tidak mungkin melakukan kerusakan.”
Penjelasan :
Penutur menggunakan maksim penghargaan untuk memberi pujian kepada para demonstran yang nasionalisme yang diyakininya bahwa tidak akan melakukan kerusakan.

D.    Maksim Kesederhanaan
1.      “Saya takut justru saya akan dianggap gila.”
Penjelasan :
Menjawab pertanyaan pembawa acara bahwa apakah benar pak Gatot tidak perlu menanggapi Allan Nairn? Jawaban yang diberikan penutur menunjukkan kelemahan diri sendiri bahwa ada rasa takut kalau menanggapi Allan Nairn malah akan membuat dirinya dianggap gila. Seandainya jika tuturan di atas tidak tergolong maksim kesederhanaan, maka penutur tidak perlu mengatakan ‘saya takut’ karena makna dari frasa itu menunjukkan sikap rendah diri seorang Panglima yang sebenarnya dikenal tidak pernah takut kecuali dengan Tuhan dan Presiden. Kemudian dari kalimat “saya takut justru saya akan dianggap gila” memperlihatkan usaha Gatot yang mengecam dirinya sendiri secara tidak langsung.
2.      “...Jadi kedua-duanya bukan masalah TNI kalaupun TNI ikut di situ. Itu karena TNI membantu kepolisian. Turut mengamankan dan itu pun dilakukan TNI atas permintaan Kapolri.”
Penjelasan :
Dari tuturan di atas, penutur tidak menunjukkan kemampuan diri sendiri. Ia menganggap bahwa terlibatnya TNI dalam pengamanan aksi bela Islam berjilid itu tidak lain karena permintaan Kapolri. Pernyataannya seperti ia menganggap bahwa TNI hanyalah bawahan dari Kapolri dalam pengamanan aksi bela Islam.
3.      “Yang bisa mengontrol saya hanya Presiden.”
Penjelasan :
Menganggap bahwa ia bisa dikontrol oleh Presiden menunjukkan adanya sikap keserderhanaan dari tuturannya yang menganggap bahwa dirinya lemah di bawah Presiden.
4.      “Saya dilantik dengan Presiden sebagai panglima TNI. Setiap prajurit disumpah untuk taat pada aturan. Saya tidak mau jadi presiden.”
Penjelasan :
Ketika ditanya oleh pembawa acara apakah Pak Gatot ingin menjadi Presiden, sontak penutur menunjukkan sikap yang rendah diri yang menyiratkan bahwa ia tidak pantas menjadi Presiden. Atas sumpah prajuritnya, ia harus taat pada aturan dan tidak mau jadi Presiden.

E.     Maksim Pemufakatan
1.      “Orang bisa percaya bahwa itu benar kalau kita hidup di zaman dulu ketika baru saja   merdeka. Dulu kalau yang namanya kita bekas dijajah melihat orang bule itu (orang kampung saya bilang tuan-tuan Belanda) semua yang dibicarakan tuan-tuan itu dianggap benar semuanya.....”
“....Jadi, kalau saya tanggapi hal semacam itu saya seperti hidup pada jaman baru merdeka...”
Penjelasan :
Tuturan di atas merupakan jawaban pertama dari penutur setelah menerima pertanyaan pembawa acara terkait mengapa Panglima TNI menganggap berita dugaan makar yang menyeret namanya adalah isu kecil dan tidak perlu ditanggapi. Pernyataan ini menunjukkan adanya maksim pemufakatan tetapi bukan berbentuk persetujuan. Panglima TNI ini tidak setuju terhadap pendapat pembawa acara yang mengatakan bahwa publik bisa saja percaya terhadap isu makar itu meskipun Pak Gatot menganggap itu isu kecil. Penutur pun menyertakan alasan yang santun dalam mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat pembawa acara. Alasannya pun sangat logis dan mudah diterima sebagai rasa tidak setuju penutur.
2.      “Tidak ada perubahan. Saya tidak pernah mengatakan akan ajukan ke hukum karena itu yang diharapkan sama dia. Jika diproses hukum, dia akan membesar dan saya yang mengecil.”
Penjelasan :
Tuturan ini juga termasuk maksim pemufakatan, walaupun ada ketidaksepakatan terhadap pernyataan pembawa acara yang mengira bahwa Panglima TNI sebelumnya ingin melapor ke polisi lalu ke dewan pers, namun pernyataan tidak setujunya tergolong santun dengan mengutarakan alasannya yang jelas. Penutur menyatakan tidak setuju bahwa ada perubahan karena kenyataannya penutur yakni panglima TNI tidak pernah ingin mengajukan isu itu ke ranah hukum karena akibatnya akan lebih berdampak kepada si jurnalis Amerika itu yang mampu membuat panglima TNI terlihat kecil atau kalah.
3.      “Bukan diselesaikan di dewan pers...”
Penjelasan :
Melanggar maksim pemufakatan karena tuturan di atas menjawab pertanyaan pembawa acara yakni apakah pak Gatot menganggap isu ini bisa diselesaikan ke dewan pers. Lalu, penutur menyanggahnya dengan sikap tidak setuju dan tidak mengutarakan alasannya yang lebih jelas.
4.      “Memang saya sulit dikontrol...”
Penjelasan :
Tuturan tersebut memberikan kesepakatan terhadap pernyataan pembawa acara yang mengutip berita media-media bahwa Panglima sulit dikontrol. Penutur menyutujui dan mengatakan bahwa benar ia sulit dikontrol.
5.      “Kita perlu membuka  memori bahwa sebelum kemerdekaan dimotori oleh para kiyai sehingga para santrinya ikut berjuang memerdekan bangsa Indonesia. Sebagian besar umat Islam yang memerdekan bangsa Indonesia. Masa ada makar? Tidak mungkin masyarakat Indonesia mau menghancurkan negaranya.”
Penjelasan :
Penutur mempertegas bahwa tidak mungkin ada makar yang dilakukan di balik aksi bela Islam karena ia menganggap bahwa umat Islam yang telah berjuang memerdekan Indonesia tidak mungkin membuat kekacauan di negeranya sendiri. Penutur menunjukkan adanya ketidaksepakatan yang didahului dengan alasan yang sangat jelas sehingga tuturan di atas termasuk ke dalam maksim pemufakatan.

F.     Maksim Kesimpatian
1.      “Saya agak tersinggung karena saya umat Islam juga. Kita perlu membuka  memori bahwa sebelum kemerdekaan dimotori oleh para kiyai sehingga para santrinya ikut berjuang memerdekan bangsa Indonesia. Sebagian besar umat Islam yang memerdekan bangsa Indonesia.”
Penjelasan :
Berdasarkan pertanyaan pembawa acara yakni ‘Bagaimana analisis Bapak kalau aksi-aksi ini bisa mendomplengi aksi kudeta Jokowi?’, Penutur langsung saja menunjukkan rasa simpatinya kepada umat Islam sebagai pendemo yang diduga berupaya mengudeta Presiden Jokowi. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan para demonstran yang muslim jika dituduh ingin makar ke pemerintah karena demonstran yang menuntut keadilan juga sama seperti dirinya yang memeluk agama Islam. Penutur menganggap bahwa umat Islam justru yang berperan besar saat memerdekan Indonesia sehingga tidak mungkin akan menghancurkan negaranya sendiri.
Berdasarkan deskripsi hasil penelitian di atas terlihat bahwa (1) maksim kebijaksanaan diterapkan sebanyak dua kali dan dilanggar sebanyak 2 kali pula; (2) maksim kedermawanan digunakan sebanyak dua kali; (3) maksim penghargaan ada sebelas bentuk tuturan, satu ada pelanggaran dan sepuluh merealisasikan maksim penghargaan; (4) maksim kesederhanaan sebanyak empat kali penerapan; (5) maksim pemufakatan ada lima bentuk tuturan, satu tuturan melanggar indikator maksim kesepakatan, tiga tututan menyatakan ketidaksepakatan tapi menyertakan alasan sehingga tetap tergolong maksim pemufakatan, dan ada satu tuturan bentuk kesepakatan; (6) maksim kesimpatian hanya diterapkan sebanyak satu kali.
Dapat dibuktikan bahwa sang Jenderal Panglima berada pada taraf sangat santun karena telah mampu menerapkan enam maksim dalam prinsip kesantunan berbahasa. Namun, frekuensi penggunaan maksim penghargaan sangat tinggi di antara maksim lainnya, dapat pula dipredikatkan bahwa panglima TNI dalam bertutur itu sangat apresiatif. Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa Panglima TNI dua kali melanggar maksim kebijaksanaan, satu kali pelanggaran terhadap maksim penghargaan, satu tuturan melanggar maksim pemufakatan. Dengan demikian, karena bentuk penerapan lebih banyak daripada bentuk pelanggaran maksim kesantunan oleh Panglima TNI, dapat dinilai bahwa Panglima TNI sangat santun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS